Salsa Lorisnia”, itu namaku. Kisah ini bermula sejak aku duduk di bangku SMA kelas X di kota Solo. Setiap hari aku pulang sekolah berjalan kaki dengan seorang sahabat karibku, Dita. Ya, tentu saja karena rumah kami saling berdekatan. Kira-kira butuh waktu 30 menit untuk jalan dari sekolah ke rumah.
19 Maret 2013
Siang itu, seperti biasa, aku dan Dita pulang sekolah, tapi setengah perjalanan, kami kebelet pipis.
“Dit, kembali ke sekolah yuk?”
“Emang ada apa Sa? Ada yang ketinggalan? Udah besok aja itu” jawab Dita dengan buru-buru, sepertinya ia juga kebelet.
“Aku kebelet pipis nih”
“Ya udah, aku pun juga, kalau kita balik ke sekolah, pasti pagar udah ditutup sama pak Satpam, ini kan bari Sabtu”
“Oh ya, aku baru ingat ini hari sabtu ya, kalau sabtu pagar cepat dikunci ya kan?”
“Yaudah cepetan, gak usah banyak ngomong lo Sa, kita ke toilet umum itu aja” sambil menunjuk
“Oh pinter juga kamu ya, kadang-kadang”
“Ih, ni anak sempat aja bercanda” ledek Dita kepadaku.
Siang itu, seperti biasa, aku dan Dita pulang sekolah, tapi setengah perjalanan, kami kebelet pipis.
“Dit, kembali ke sekolah yuk?”
“Emang ada apa Sa? Ada yang ketinggalan? Udah besok aja itu” jawab Dita dengan buru-buru, sepertinya ia juga kebelet.
“Aku kebelet pipis nih”
“Ya udah, aku pun juga, kalau kita balik ke sekolah, pasti pagar udah ditutup sama pak Satpam, ini kan bari Sabtu”
“Oh ya, aku baru ingat ini hari sabtu ya, kalau sabtu pagar cepat dikunci ya kan?”
“Yaudah cepetan, gak usah banyak ngomong lo Sa, kita ke toilet umum itu aja” sambil menunjuk
“Oh pinter juga kamu ya, kadang-kadang”
“Ih, ni anak sempat aja bercanda” ledek Dita kepadaku.
Toilet umum itu sangat sepi dan tersedia banyak kamar kecil di sana. Kemudian aku dan Dita menaruh tas kami di kursi depan pintu utama toilet. Kami masuk ke masing-masing kamar kecil itu.
“Heea, akhirnya lega juga” sahut Dita menghela napas.
“Ya udah yuk” sambil mengangkat tasku.
“Heea, akhirnya lega juga” sahut Dita menghela napas.
“Ya udah yuk” sambil mengangkat tasku.
Sampai di rumah aku membuka tasku dan kutemukan sebuah amplop kuning di salah satu bagian di tasku. Kubuka amplop itu dan kubaca kertas yang ada di dalamnya. Terdapat sedikit tulisan.
“Hai Salsa, aku cuma mau ingetin satu hal sam kamu, lain kali kamu hati-hati ya singgah di toilet itu, kalau bisa sih jangan, tapi kalau terpaksa ya gak papa deh, karena di sana sepi aku takut kamu kenapa-napa. Oh ya, jangan lupa makan siang ya”
Dari: Pengagum Rahasia
Dari: Pengagum Rahasia
Aku sempat tersontak kaget dan bingung setelah membaca surat itu. Keesokan paginya, aku orang pertama yang sampai di kelas dan kutemukan sebuah amplop kuning seperti kemarin, kubuka amplop itu dan kubaca surat itu:
“Selamat pagi Salsa, asal kamu tahu aku sangat mencintaimu, sudah lama aku mengagumimu. Entah mengapa hal itu terjadi saat aku pertama kenal denganmu, saat kau mendaftar di sekolah ini, dan kulihat kau pernah memasang wajah bingung saat hari pertama kau masuk sekolah ini yaitu saat kau mencari-cari di mana kelasmu. Kau tak perlu tahu siapa namaku sebenarnya, yang pasti aku adalah seorang lelaki dan aku siswa di sekolah ini”
Kusimpan surat itu di tasku. Aku sangat heran siapa lelaki misterius itu ya, tapi aku tahu yang pasti dia bukan siswa sekelas denganku, karena aku orang pertama yang sampai di kelas. Jam istirahat pun tiba, Kutunjukkan surat itu kepada Dita dan kemudian ia membacanya.
“Berarti dia pengagum rahasiamu Sa”
“Tapi siapa ya orangnya?”
“Nanti kita cari tahu aja ya, ya udah yuk kota ke kantin” Kata dita sambil menarik tanganku.
“Berarti dia pengagum rahasiamu Sa”
“Tapi siapa ya orangnya?”
“Nanti kita cari tahu aja ya, ya udah yuk kota ke kantin” Kata dita sambil menarik tanganku.
Sudah berulang-ulang orang misterius itu menaruh surat di laci mejaku setiap pagi. Kukumpulkan segala surat itu dalam satu gabungan kertas, kemudian ku selipkan di buku diaryku.
Suatu pagi, tepat 1 bulan lelaki misterius itu mengirimku surat.
19 April 2013, sebuah amplop disertai setangkai bunga mawar.
“Hai Salsa, asal kamu tahu rasa cintaku ke kamu gak pernah pudar, aku sering memperhatikanmu dari jauh walaupun kamu nggak peduli. Tapi, apa kamu ada keinginan untuk mencari tahu tentangku? kurasa itu gak masalah bagiku. Oh ya, setelah 1 bulan aku mengirimkanmu surat, aku rasa ini surat terakhirku untukmu. Itu ada bunga mawar untukmu, kuharap kau menyimpan bunga itu sebagai kenangan abadi. Tapi jika kau tak mau menyimpannya, ya sudah gak masalah bagiku. Tapi dalam surat terakhir ini aku memberi tahu namaku, -Alex-.
19 April 2013, sebuah amplop disertai setangkai bunga mawar.
“Hai Salsa, asal kamu tahu rasa cintaku ke kamu gak pernah pudar, aku sering memperhatikanmu dari jauh walaupun kamu nggak peduli. Tapi, apa kamu ada keinginan untuk mencari tahu tentangku? kurasa itu gak masalah bagiku. Oh ya, setelah 1 bulan aku mengirimkanmu surat, aku rasa ini surat terakhirku untukmu. Itu ada bunga mawar untukmu, kuharap kau menyimpan bunga itu sebagai kenangan abadi. Tapi jika kau tak mau menyimpannya, ya sudah gak masalah bagiku. Tapi dalam surat terakhir ini aku memberi tahu namaku, -Alex-.
Kenapa dia mengatakan surat terakhir ya? Apa yang terjadi pada dirinya? Alex? Sudah 2 hari aku tak mendapat surat darinya.
Singkat cerita, pada hari senin, saat upacara bendera. Pak Heri, kepala sekolah SMA sedang berpidato. Dan, betapa terkejutnya aku mendengar pidato Pak Heri:
“Selamat pagi murid-murid SMA Cempaka Raya, pagi ini bapak akan menyampaikan kabar duka pada murid-murid sekalian. Turut berduka cita atas meninggalnya ‘Alex Pratama’ kelas X-2 tadi pagi jam 06. 00 WIB. Dan akan dikebumikan sian nanti, jika ada murid-murid yang berkenan melihat kediaman duka, bapak persilahkan saat jam 10. 00 nanti”. sekian dan terima kasih.
“Selamat pagi murid-murid SMA Cempaka Raya, pagi ini bapak akan menyampaikan kabar duka pada murid-murid sekalian. Turut berduka cita atas meninggalnya ‘Alex Pratama’ kelas X-2 tadi pagi jam 06. 00 WIB. Dan akan dikebumikan sian nanti, jika ada murid-murid yang berkenan melihat kediaman duka, bapak persilahkan saat jam 10. 00 nanti”. sekian dan terima kasih.
Kemudian pidato diganti dengan Pak Rudi, guru Bahasa di sekolah kami.
Upacara selesai, murid-murid sibuk membicarakan nama Alex. Tepat jam 10. 00 kami mengunjungi kediaman duka naik bus yang disediakan oleh sekolah. Aku kemudian bertanya pada seorang teman sekelas Alex, tampaknya ia teman dekatnya Alex.
“Eh, kamu temannya Alex kan?”
“Iya, mau bertanya apa tentang Alex?”
“Alex meninggal karena apa?”
“Ia meninggal karena divonis ada kanker yang menjalar di tubuhnya”
Upacara selesai, murid-murid sibuk membicarakan nama Alex. Tepat jam 10. 00 kami mengunjungi kediaman duka naik bus yang disediakan oleh sekolah. Aku kemudian bertanya pada seorang teman sekelas Alex, tampaknya ia teman dekatnya Alex.
“Eh, kamu temannya Alex kan?”
“Iya, mau bertanya apa tentang Alex?”
“Alex meninggal karena apa?”
“Ia meninggal karena divonis ada kanker yang menjalar di tubuhnya”
Aku terdiam seketika. Sampai di rumah Alex, aku melihat Orang tua Alex sedang menangis tersedu-sedu. Kulihat seorang lelaki tampan sedang tergeletak di ruang tamu itu, yaitu Alex, tak ada napas yang dikeluarkannya, kini ia sudah pergi yntuk selama-lamanya. Dan juga beberapa foto-foto Alex di rumahnya. Dia sangat tampan. Aku kemudian mendengar percakapan 2 orang teman Alex. Mereka mengatakan bahwa Alex dirawat di rumah sakit sambil menjalani operasi. Tapi, sayangnya operasi itu tidak berhasil.
Kemudian, aku meminta izin kepada orangtua Alex untuk melihat kamarnya dan bertanya apa saja yang dilakukannya sehari-hari. Aku masuk ke kamarnya, kulihat sebuah buku diary bercover coklat tergeletak di meja belajar kamar Alex. Kubaca segala isinya dan banyak ungkapan cinta yang ditulisnya di lembaran kertas itu. Dia juga menuliskan namaku di beberapa lembaran buku itu.
Kulihat lembaran terkahir buku itu tertulis:
“Biarlah semua rasa cintaku ini kubawa sampai akhir hayat hidupku”
Untukmu, gadis yang kucintai: Salsa Lorisnia.
“Biarlah semua rasa cintaku ini kubawa sampai akhir hayat hidupku”
Untukmu, gadis yang kucintai: Salsa Lorisnia.
Sungguh sedih, sangat sedih aku membaca tulisan itu. Orang tua Alex ternyata sudah membaca buku itu sejak Alex tak sadarkan diri di rumah sakit. Ayah dan Ibunya Alex menyuruhku untuk menyimpan buku diary itu.
“Om, tante, siapapun lelaki yang menjadi pendamping hidupku kelak di masa depan, nama Alex akan selalu kuingat dari lubuk hatiku yang paling dalam. Selalu kupanjatkan doa untuk Alex, Semoga ia tenag di alam sana”.
“I-iya terima kasih Salsa”, jawab ibu Alex tersedu-sedu.
Ibu Alex memelukku.
“Om, tante, suatu saat nanti aku yakin pasti Tuhan akan mempertemukan Aku dan Alex di surga nanti. Kami akan memulai sebuah lembaran kisah hidup yang baru, suatu saat nanti, disana”.
Ibu Alex memelukku.
“Om, tante, suatu saat nanti aku yakin pasti Tuhan akan mempertemukan Aku dan Alex di surga nanti. Kami akan memulai sebuah lembaran kisah hidup yang baru, suatu saat nanti, disana”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar