-

 photo suryaqq728x90_zps62axxndh.gif  photo judi13-728x90_zpsa5peghff.gif
 photo Firaun-Poker-728x90_zpsmmky9jss.gif
 photo im2bet-928x90_zpsw6rsjjqf.gif  photo klikbet_zpsf2qh2m6h.gif

Olahraga

Selasa, 05 Juli 2016

Seks: Fakta Baru, Alasan Pria Hindari Kondom Saat Berhubungan Seks

Sebuah studi baru-baru ini telah mengungkapkan bahwa semakin menarik seorang wanita, semakin kecil kemungkinan pasangannya untuk memakai kondom saat berhubungan seks

Seperti yang dilansir dari Marieclaire.co.uk pada Jumat (1/7/2016), tak ada yang menyangka penampilan seorang wanita benar-benar dapat mempengaruhi keputusan pria untuk mengenakan kondom, fakta baru yang mungkin membuat banyak orang agak bingung. Tentu Anda sudah tahu semua alasan bagus untuk memakai pelindung, yaitu sebagai alat KB, pencegahan penyakit seksual menular dan untuk kesehatan. Daya tarik fisik seseorang seharusnya tidak menjadi salah satu penentu penting atau tidak pentingnya kondom dalam hubungan seks.
Survei ini dilakukan di beberapa universitas Southampton dan Bristol, Inggris,  dan berdasarkan 51 pria heteroseksual yang berusia antara 18 dan 69. Para peserta diberi gambar 20 wanita berbeda dan diminta untuk menilai daya tarik mereka pada skala 1 sampai 100.
Para pria kemudian diminta untuk menjawab serangkaian pertanyaan tentang setiap wanita di dalam foto. Apakah mereka tertarik untuk berhubungan seks dengan para wanita tersebut, apakah mereka akan memakai kondom, dan apakah mereka berpikir para wanita tersebut ada kemungkinan memiliki penyakit seks menular.

Hasilnya cukup mengejutkan. Para pria menyatakan bahwa mereka cenderung tidak ingin menggunakan kondom jika pasangan seks mereka akan wanita yang menarik. Resiko tertular penyakit seksual pun tidak membuat mereka takut dan tetap memilih opsi seks tanpa pelindung.
Tentu saja hasil dari penelitian ini tidak dapat diaplikasikan bagi semua pria dan perlu dicatat bahwa survei dilakukan pada komunitas yang kecil. Banyak yang mempertanyakan hasil dari survei yang cenderung tidak logis ini. Salah satu peneliti, Roger Ingham, memberikan 2 kemungkinan. Yang pertama adalah, pria cenderung memilih pasangan yang menarik untuk bereproduksi, sesuatu yang berkaitan dengan insting dasar seorang pria. Kemungkinan yang kedua berasal dari keyakinan kuno bahwa pria yang kuat dan sukses cenderung memiliki pasangan yang paling menarik, menjelaskan alasan di balik sikap pria yang lebih terbuka dan tidak takut mengambil resiko demi status. Bagaimanapun juga, alasan ini tidak bisa menghapus pentingnya kondom dalam berhubungan seks.

Politik : Sidak ke Terminal Pulogadung, Ahok Temukan Penjual Tiket Bus Nakal

Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama atau Ahok menemukan penjual tiket nakal saat melakukan sidak ke Terminal Pulogadung, Jakarta Timur. Ke depan, Ahok meminta penumpang untuk membeli tiket secara online. 

"Mudik tahun ini yang jual tiket sudah kita ujicoba di Pulogebang enggak ada masalah. Penjualan tiket itu rapi tadi saya liat beberapa ada yang nakal di Pulogadung tadi," kata Ahok saat berada di Terminal Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (4/7/2016). 

Penjual tiket nakal yang dimaksud Ahok yakni yang menjual tiket di luar ketentuan. Misalnya saja menjual di depan terminal. 

"Jual tiket toko toko di luar itu harusnya ditertibkan, karena dulunya juga sudah dikasih izin. Tapi ke depannya nanti enggak boleh," ujar Ahok. 

"Nanti kita paksa mereka beli tiket online semua. Kita enggak mau liat uang tunai beredar di luar itu. Jadi kita bisa kontrol jumlah penumpang yang sesungguhnya," imbuhnya.

Olahraga : Demi Negara, Bale Lupakan Persahabatan dengan Ronaldo

Dua bintang Real Madrid, yakni Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale akan menjadi pusat perhatian dalam laga semifinal Piala Eropa 2016 yang mempertemukan Portugal melawan Wales. Laga ini akan berlangsung di Parc Olympique Lyonnais, Decines Charpie, 7 Juli nanti.
Pelatih Timnas Wales Chris Coleman yakin Bale dan Ronaldo akan melupakan pertemanan mereka untuk sesaat di laga nanti. "Mereka adalah dua pemain terbaik di planet ini yang mengenal satu sama lain dengan sangat baik. Tetapi, tidak akan ada kecintaan apapun di kedua tim nanti," kata Coleman seperti dilansir FTB90, Senin (4/7/2016).
"Mereka tahu apa yang dipertaruhkan, jadi persahabatan apapun akan harus menunggu sampai pertandingan berakhir."
Bale sejauh ini tampil gemilang bersama Wales. Ia telah mencetak tiga gol. Bale pun siap menciptakan sejarah dengan membawa Wales ke final.
"Ini momen bagi kami untuk bersinar. Akan jadi hal yang luar biasa pada laga nanti. Kami semua siap menciptakan sejarah. Ini semua di tangan kami sekarang. Kami hanya harus terus melakukan apa yang sudah kami lakukan," ucap Bale.
Sementara itu, Ronaldo baru mencetak dua gol. Penampilan Portugal sejauh ini kurang meyakinkan. Skuat asuhan Fernando Santos ini belum pernah meraih kemenangan dalam waktu 90 menit dari lima pertandingan yang mereka lakoni.
Wales melangkah ke semifinal setelah menyingkirkan salah satu favorit juara Belgia dengan skor 3-1. Sedangkan Portugal menang atas Polandia lewat drama adu penalti 5-3 (1-1).

Kesehatan ; 3 Rekomendasi Diet Paling Cocok untuk Pria

Saking banyaknya rencana diet, banyak orang yang bingung harus memilih yang mana. Khususnya pria, sejumlah diet dianggap kurang efektif karena hanya tetap membuat lapar.
Dalam sebuah studi baru di jurnal Cell Metabolism, para ilmuwan menemukan, tikus yang berpuasa selama 16 jam sehari beratnya 28 persen lebih sedikit daripada kelompok tikus lain. Puasa disebut paling baik untuk metabolisme dan membakar lebih banyak lemak. 
Namun hal ini dianggap skeptis oleh ahli gizi pria, Alan Aragon. Menurutnya, setiap pria memiliki massa otot yang berbeda sehingga kebutuhan makannya juga berbeda. Jadi, selain mengendalikan makan, memilih makanan berkalori rendah harus jadi pilihan.
Lebih jelasnya, Alan merekomendasikan tiga jenis diet berikut, seperti dikutip Menshealth, Minggu (2/7/2016):

- Makan tiga kali
Jangan coba mengurangi waktu makan. Tetap mengonsumsi makanan tiga kali sehari namun perlahan kurangi porsinya dan gantikan dengan tiga makanan ringan seperti buah atau salad. 

- Minum protein
Jika Anda berolahraga di pagi hari, minum protein shake sebelum menuju ke gym untuk menahan lapar di pagi hari. Selanjutnya, rencanakan makanan seimbang untuk memastikan Anda mendapatkan nutrisi yang cukup.

- Selalu siap sedia buah
Coba ini, jika Anda lapar di sore hari, makan buah seperti apel atau segenggam almond sebelum makan malam untuk mengekang rasa lapar.

Hiburan : Maia Estianty Mudik Ditemani Cowok-Cowok Muda

 Bulan suci Ramadan sebentar lagi usai dan berganti dengan datangnya Idul Fitri 1437 H. Semua orang pun bersiap menyambut hari kemenangan itu dengan penuh sukacita, seperti halnya Maia Estianty.
Mantan istri Ahmad Dhani itu pun tidak melewatkan momen mudik yang telah menjadi tradisi setiap Hari Lebaran tiba. Tahun ini Maia Estianty berkesempatan pulang kampung ke Surabaya.
Meski tanpa pendamping, mudik Lebaran kali ini, Maia Estianty tidak sendiri tapi ditemani lima cowok keren. Kelimanya adalah anak-anak Maia Estianty, Al, El dan Dul serta dua keponakannya
"Pulang kampung ke Surabaya.... for Ramadhan #mudik #momandsons," tulisMaia Estianty di keterangan foto.
Tak hanya itu, Maia Estianty dan kelima cowok muda itu disebut-sebut mudik dengan menaiki pesawat pribadi. Hal itu diketahui dari postingan Maia di Instagram. Mereka semua berpose di depan sebuah pesawat sebelum berangkat mudik.

Bukti lain ditunjukkan dari unggahan Al Ghazali di Instagram. Putra pertama Maia Estianty dan Ahmad Dhani itu memperlihatkan dirinya dan adik serta sepupunya di dalam pesawat. "Mudik," tulisnya.
Maia Estianty pun kini telah tiba di Surabaya dan berjumpa dengan sanak saudaranya di rumah tempat dirinya menghabiskan masa kecil. "Aku tumbuh besar di rumah ini.. #surabaya #mudik #family #lebaran," cerita Maia Estianty.

Cerpen : Permata Alila

Entah sudah berapa lama ia keringat dingin di tempat duduknya, rasanya ia ingin cepat-cepat ke luar dari tempat pengasingan ini. Bahkan tidak ada yang menatapnya tajam, bukan… tapi, memang tidak ada yang memperdulikannya sedikitpun, hanya satu yang gadis kecil itu rasakan, TAKUT!!!. “oke, kelas kita selesai sampai disini. Jangan lupa PR nya dikerjakan, kamis depan dikumpul ya..”. Ucap Bang Aldi tersenyum menutup kelasnya. “Oke, Bang”. Seru anak-anak yang lain. ‘Alhamdulillah’. Seru Alila dalam hati sambil bernafas lega. Cowok berkacamata itu melirik Alila sebentar, kemudian berlalu pergi. Hari ini adalah hari pertamanya mengikuti Les dari luar sekolah, tidak ada yang dikenalnya sedikitpun, itu sebabnya yang membuat Alila takut, apalagi tempat yang tidak pernah didatanginya. Semua terasa asing di matanya, ingin rasanya ia menangis dan berteriak, tapi ia masih mempunyai akal sehat yang tidak akan pernah mungkin ia lakukan.
Alila Suherman, ia tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang lainnya, tidak ada yang aneh. Bahkan, ia bisa dibilang gadis kecil yang imut nan cantik jelita. Tapi, tidak seperti apa yang orang lain lihat. Alila bahkan jauh dan lebih sangat jauh berbeda dengan yang lainnya. Ia sangat takut jika berada di tempat yang asing dan tidak mengenal orang-orang di sekitarnya. Phobia? bahkan untuk anak yang masih berumur 12 tahun tidak mengerti apa itu Phobia. Ia hanya berfikir bahwa semua orang yang tidak dikenalnya itu menakutkan.
“Alila, PR nya udah dikerjain belum, nanti sore kan les lagi”. Tanya Mas Bayu. “Mas, Alila berhenti les aja ya…”. ucap Alila. “Lho, kenapa, Alila. Kamu kan belum genap sebulan lesnya. Udah bayar mahal lho, lagian tempat lesnya itu kualitasnya bagus dibandingin dengan les di sekolah”. Tanya Mas Bayu. “Nggak papa, Mas. Alila nggak betah aja. Alila lebih senang disini, sama teman-teman yang lain”. Jawabnya. “apa ada yang jahatin kamu di tempat les? anaknya nakal-nakal, ya?”. Tanya Mas Bayu. Alila langsung cepat-cepat menggeleng, ia tidak ingin mengingat kejadian di tempat les seminggu yang lalu, memikirkannya saja membuat sendi-sendi ototnya pegal dan dadanya terasa sesak. Bahkan, ia selalu deg-degan setiap kali bertemu dengan hari kamis. Mas Bayu yang melihat sikap Alila jadi ikut cemas. “Ya udah, kalau memang nggak mau les disana lagi, nggak papa. Kamu tenang aja, nanti biar Mas Bayu yang bilangin Mama”. Ucap Mas Bayu tersenyum sambil mengelus rambut Alila. “Makasih ya, Mas”. Alila langsung memeluk senang kakaknya, Mas Bayu.
Hidup Alila seakan-akan harus benar-benar tergantung kepada teman-teman yang hanya dikenalnya saja, ia tidak ingin lepas dengan teman-temannya. Sempat ia frustasi saat teman-teman sekolahnya meninggalkannya sendirian, tidak ada yang mau berteman dengannya. Entah karena sebab apa, ‘mungkin mereka membenci Alila, karena Alila anak yang aneh juga bodoh dan menyebalkan’. Itu yang di pikirkan Alila. Teman-temannya hanya melihatnya tajam penuh kebencian, kemudian meninggalkannya sendirian. Ia menjadi korban Bullying untuk pertama kalinya di Sekolah Dasar. Ia sampai harus dirawat di rumah sakit karena kejang-kejang akibat kejadian itu.
Social anxiety disorder atau phobia sosial adalah penyakit yang diderita Alila. Takut kepada orang asing, tempat baru, bahkan yang lebih parah, takut ditinggalkan sendiri. Kaki dan tangan, bahkan suaranya sering kali gemetar menghampiri diri Alila, keringat dingin, sakit kepala, bahkan sesak nafas itu membuat Alila benar-benar menderita dan merasa terkucilkan.
“Mama sama Mas Bayu jangan tinggalin Alila ya…”. ucap Alila sambil mengenggam erat tangan kedua orang yang ia sayangi itu. “Iya, sayang”. Ucap Mama sambil menangis.
6 tahun kemudian…
“Alila, mas pengen kamu sembuh”. Ucap Mas Bayu yang tengah mengoleskan selai roti untuk Alila di meja makan. Wajah Alila yang tadinya cerah kini berubah menjadi cemas. Setelah lulus SD, Alila dihomescooling kan oleh Mama. “Mas,… Alila takut…”. kini, nada suara Alila mulai berubah cemas. “Alila, ini sudah 6 tahun dek kamu kayak gini, Mas Bayu nggak pengen kamu menutup diri. Kata dokter, phobia kamu bisa disembuhkan. Cuma, waktu itu mama nggak berani, karena kamu masih terlalu dini. Waktu itu mas sama mama nggak mau kejadian kayak waktu itu terulang lagi”. Ucap Mas Bayu. “Mas, Alila nggak mau.. sudah cukup hanya kejadian diwaktu yang lalu. Alila nggak butuh siapa-siapa lagi, cukup Cuma Mama sama Mas Bayu aja…”. “enggak Alila, kamu sudah besar. Kamu harus tahu dek, kalau misalnya Allah manggil Mas Bayu sama Mama duluan. Kamu gimana dek?”. potong mas Bayu. Tangan Alila mulai gemetar mendengar ucapan Mas Bayu. Mas Bayu langsung menggenggam tangan Alila. “Alila… harus sembuh. Mas Bayu sayang Alila”. Ucap Mas bayu kemudian memeluk adiknya.
“Mas, Alila takut. Kit… kita pulang aja ya, mas”. Ajak Alila begitu sampai di sebuah bukit yang hijau dengan pemandangan yang masih asri. “Alila, Alila dengar. Ada Mas Bayu disini. Alila kalau takut, pegang tangannya Mas Bayu”. Ucap Mas Bayu penuh sabar. Alila langsung memegang erat-erat lengan Mas Bayu. “dek, kalau kayak gini, berat tangan mas sebelah”. Ucap Mas Bayu. Alila hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan tetap memegang erat lengan kakaknya. “Oh iya, tadi mas beli bunga. Ini buat kamu”. Ucap Mas Bayu memberikan bunga mawar kuning itu kepada Alila. “Nggak mau bunga!! Alila Cuma mau sama Mas Bayu”. Ucap Alila menggeleng. “Alila…”. ucap Mas Bayu. Alila langsung mengambil bunga itu “Cantik”. Ucap Alila tersenyum.
“Lihat deh, Alila, pemandangannya indah, masih hijau-hijau semua, udaranya juga ah sejuk… ciptaan Allah memang tiada terkira”. Ucap Mas Bayu. “Kamu harus menghirup nafas dalam-dalam untuk bisa menikmati udaranya”. Ucap Mas Bayu menatap Alila. Alila mulai melepaskan lengan Mas Bayu, menutup matanya pelan-pelan, dan menarik nafasnya perlahan kemudian melepaskannya kembali. Ia tersenyum kemudian menatap ke arah Mas Bayu yang berdiri di sampingnya. Mas Bayu balik tersenyum menatap sang adik. “Masih takut?”. tanya Mas Bayu berbisik. “Sudah agak berkurang, mas”. Ucapnya menunduk, menatap sendal swalow yang dipakai Mas Bayu. Rasanya mungkin ia tadi buru-buru, hingga salah mengambil sendal.
“Kamu mau es krim, kakak beliin dulu ya…”. ujar Mas Bayu hendak beranjak pergi. “Mas, Alila ikut…”. Ucap Alila sambil mengerutkan dahinya dan langsung refleks menggenggam tangan Mas Bayu. Mas Bayu hanya tersenyum, “Nggak usah Alila, Cuma deket sini kok, di seberang jalan”. Ucap Mas Bayu mulai melepaskan tangan Alila pelan-pelan. “Mas, Alila takut. Banyak orang disini…”. Alila melepaskan nafasnya dengan pendek, wajahnya penuh kekhawatiran. “Alila, kamu nggak usah takut. Orang-orang disini juga Cuma mau jalan-jalan aja. Soalnya tempatnya bagus sih”. Ucap Mas Bagus tersenyum, hingga menampakkan gigi gingsulnya itu. “Cuma deket kok, kamu berhitung aja sampai 20. Mas pasti langsung ada disini, oke?”. ucap Mas Bayu meyakinkan. Alila mengangguk pelan, “jangan lama-lama ya, mas”. Ucap Alila. “iya”. Mas Bayu langsung berlalu pergi.
“18… 19… 20..”. hitung Alila menunggu Mas Bayu kembali. Sudah dihitungan ke 20, tapi Mas Bayu belum datang juga. “ADA KECELAKAAN…”. teriak seseorang disekitar bukit. Orang-orang yang berada di situ pun langsung berlari. Tangan Alila mulai gemetar lagi, ‘kenapa Mas Bayu belum datang’. Batin Alila, matanya mulai berkaca-kaca ketakutan. “Mas Bayu…”. Panggil Alila dengan suara tersendal-sendal. “Mas Bayu dimana?”. Ucapnya lagi. Sudah tidak ada orang lagi di sekitar bukit, semuanya sudah berlarian keluar. Alila semakin ketakutan, dan akhirnya berjalan pergi mengikuti orang-orang itu dan hendak mencari Mas Bayu.
Orang itu, dan jaket itu… Alila mengenalnya dengan sangat baik. Seseorang yang tergeletak dengan cairan darah yang mengotori jalan. Es Krim coklat yang masih digenggamnya membuat Alila bertambah kaget, kaki tangannya gemetar hebat tidak dapat dihentikan. ‘kalau misalnya Allah manggil Mas Bayu sama Mama duluan. Kamu gimana dek?’. ucapan itu tiba-tiba terngiang jelas di telinga Alila. ‘Ya Allah… ini nggak mungkin…’. Batin Alila sambil berjalan mendekati sosok lelaki berjaket merah itu, keringat dingin dan air matanya seolah ingin bertarung. “Mas BAYU…”. Alila langsung memeluk lelaki itu erat-erat. Tangisnya semakin keras dan tidak dapat dihentikan lagi. Ia seolah tidak percaya, orang yang baru dilihatnya, menemaninya, tersenyum kepadanya beberapa detik yang lalu kini telah tiada, senyuman terakhir Mas Bayu untuk Alila.
Ialah Mas Bayu, Permata bagi Alila. Yang selalu menyanyangi dan mencintai Alila. Kini tiada lagi, senyum tawanya, pelukan hangatnya. Allah yang memutuskan untuk mengambil hamba-hambanya kapan saja, ialah kematian yang tiada ditahu oleh manusia, juga Mas Bayu, permata Alila yang kini tak nampak, tapi akan selalu ada di hati Alila. Alila hanya bisa terus berusaha untuk tetap melawan penyakitnya, seperti pesan Mas Bayu. Dan masih ada satu permata lagi yang harus dijaga Alila, ialah Mama. Sebelum hari itu datang lagi
TAMAT

Cerita Dewasa : Puncak Birahi Perawat Cantik

Kali ini ada artikel menganai perawat seksi dan memiliki paras yang cantik. Simak selengkapnya cerita seks berikut ini dijamin paling hot dan menegangkan. Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di kota Bandung. Karena tugas kantorku, aku terpaksa tinggal di Bandung selama 5 hari dan weekend di Jakarta. Di kota kembang ini, aku menyewa kamar di rumah temanku. Menurutnya, rumah itu hanya ditinggali oleh Ayahnya yang sudah pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu. “Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dikombinasikan dengan kolam ikan berbentuk oval. Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya

Pak Rafi ya..”.
“Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise. Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter.
“Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya saya kerja di sini..”, Mataku memandangi sekujur tubuhnya.
Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu.
Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”.
“Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar..”.
Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya.
“Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”.
“Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang.
Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu. Di rumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.
Cerita Ngentot Perawat – Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku. Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu.
Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar.
“Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.
“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”.
“Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos.
“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.
“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.
Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya.
Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.
“Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.
“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”.
“Nanti ketauanhh..”.
“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan.
“Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya. Pegangan tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku.
Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih.
“Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku. Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat. Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas. “aahh..Ouhh..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.
Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.
Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di ujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh…”.
Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.
Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu. Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku. Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya dan, “Auuhh.., P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.
Aku menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”.
Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan.
Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang.
“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.
Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.
“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.
“Ayo Pak.., masukkan sekarang…”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh….., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah itu, “Blesss…”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.
Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan!
Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut “aahh..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat. Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.
“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang.
“Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh.
“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr…., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku.
Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung.
Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.
Ceritanya sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku. Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami. Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’. Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya.
Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu.
“Kok ngga pakai BH Mbak..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.
“Supaya gampang diremas sama kamu..”. Benar-benar jawaban yang menggemaskan!
Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.
Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku.
Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.
“Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul…”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik, “Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis.
“Sebentar Pak..”, teriaknya.
“Minyak tawonnya keselip entah ke mana.., ini lagi dicari kok…”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri. Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya.
Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan. Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aa…”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi.
Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang.
Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh.., Mas.., Masss…, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat.., craatt.., craat”.
“Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu. Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak.
“Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”. Aku tersenyum simpul.
“Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang ke surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”. Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.
“Bosan? Aku gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku mau Mas..”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang.
Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja. Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain. Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya.
Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di kampungku..”.
“Lha.., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan.
“Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan.., namanya Mbak Ine.., dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok.., cerewet.., tapi ramah..”. Yah apa boleh buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat menggairahkan. Hitung-hitung cuti 1 bulan.., atau kalau berpikir positif.., its time to look for a new partner!!!
Hari ini adalah hari ke lima setelah kepergian Tati. Mbak Ine, pengganti sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok. Ukuran buah dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor. Wanita yang berumur hampir 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir. Saat ini ia bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah. Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat sekali akrab.
Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine.
“Panggil saya teh Ine aja deh..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental.
“Kalau gitu panggil saya Rafi aja ya teh.., ngga usah pake pak pak-an segala..”, balasku sambil tertawa.
Baru 5 hari kami bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku. Aku memakai baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tanpa kusadari tekstur penis dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh Ine mencuri-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku duduk bersila. Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung. Malah kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan posisi agak mengangkang sehingga cetakan penisku makin nyata saja di celanaku.
Sesekali, ditengah obrolan santai itu, tampak teh Ine melirik selangkanganku yang diikuti dengan nafasnya yang tertahan. Kenapa aku melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk bisa meniduri teh Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati. Juga, gayanya dalam bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat darahku berdesir. Apalagi kalau aku sedang dalam keadaan libido tinggi.
Saat ini, teh Ine mengenakan daster berwarna putih tipis sehingga tampak kontras dengan warna kulitnya yang hitam manis itu. Belahan buah dadanya yang besar itu menyembul di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat dengan jelas. Aku selalu berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha teh Ine. Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tak dapat melihat apa-apa.
Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40-an masih mempunyai daya tarik sexual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi mengenai hubungan seks dengan teh Ine. Sementara ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya yang mulus tanpa cacat. Tanpa sadar, penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar. Celanaku tampak basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja tercetak di selangkangan celanaku.
Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari perhatian teh Ine. Tampak jelas terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat teh Ine masih terpaku pada selangkanganku.
“Kunaon teh..?”, tanyaku memancing.
“Eh.., enteu.., kamu teh mikirin apa sih…?”, katanya sambil tersenyum simpul.
“Mikirin teh Ine teh.., entah kenapa barusan saya membayangkan teh Ine nggak pakai apa-apa.., aduh indahnya teh..”, tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku. Aku sendiri terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan sempat membuatku terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar jawabanku itu. Napasnya mendadak memburu.
Tiba-tiba teh Ine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya. Leherku tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup semakin kencang. Dengan tersenyum dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan selangkanganku. Aku memang sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki mengangkang.
“Fi, kamu pingin sama teteh..? Hmm?”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar celana. Aku menelan ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan teh Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap menekan dan membelai selangkanganku. Nafas teh Ine yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai mengeluarkan suara erangan-erangan.
Dengan lembut teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya memasuki mulutku dan berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu. Aku mulai membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine. Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., alangkah besarnya.., walaupun masih ditutupi oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku.
Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph.., emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya. Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam dulu yah.., biar teteh yang duluan..”.
Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang menegang melejit keluar. Sejenak teh Ine tertegun menatap penisku yang berdiri tegak laksana tugu monas itu. “Gusti Rafi.., ageung pisan..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan seluruh penisku. Terasa ujung penisku itu menyentuh langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap teh Ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangannya dan puntiran lidahnya.
Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh Ine memperkuat hisapannya. Aku melirik ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara teh Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan kepalanya bergerak naik turun. Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku secara bergantian. Perutku serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa hendak putus karena tegangnya. Teh Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin liar mempermainkan kedua testisku. “Slurrp.., Cuph.., Mphh..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja.
Nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada montok dan besar milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila menghisapi dan menjilati penisku. Aku mulai bergelinjang-gelinjang tak karuan.
“Teh Ine.., teeeh…, gantian dongg.., please.., saya udah ngga kuaat…, aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok penisku. Terasa seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak semakin kencang.. napaskupun makin memburu.
“Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…, aahh….”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat.., craat.., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut teh Ine. Dengan sigap pula teh Ine menelan dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya. Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine, “Enak Fi..? Hmm?”, teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku.
“Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..” Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya.
“Obat awet muda ya teh..”, kataku bercanda.
“Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak. Teh Ine kembali dari luar membawa segelas air.
“Minum deh.., biar kamu segeran..”.
“Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku kembali. Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok teh Ine yang ada di hadapanku.
Aku meraih tangan teh Ine dan dengan sekali betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang.
“Eeehh.., pelan-pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli.
“Teteh mau diapain sih… “, lanjutnya manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya walaupun masih ditutupi oleh daster dan celana dalamnya.
Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau diperhatikan, memang sudah terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat. Pancaran aura sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya.
“Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum.
“Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”.
Lalu dengan ganas, aku memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumanku. Keganasan kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya. Wow.., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan teh Ine. My God.., alangkah indahnya vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia mencukur habis bulu kemaluannya.
“Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu. Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh.., seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu.
“Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”, rintihnya ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya. “Crks.., crks.., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya. Ketika jariku mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula wanita setengah baya itu menjerit kecil.
“Ahh.., geli Fi.., gelli”, Putaran jariku di atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya makin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang dengan liar.
“Fi.., masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak tahan..ahh..”. Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya. Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh Ine.., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah clitorisnya, kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine meresponnya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya!
“Aahh….” Teh Ine menjerit panjang.., “Besar betul Fi.., auhh…., besar betuull…, duh gusti enaknya.., aahh..”. Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan liarnya memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati.., luar biasa!
Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur. Kasurkupun sudah basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami berdua. Penisku yang besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun becek itu.
Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa, tiba-tiba kurasakan seluruh tubuh teh Ine menegang.
“Fi.., Fi.., Teteh mau keluar..”.
“Iya teh, saya juga.., kita keluar sama-sama teh…”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi…, “Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan. Kami sudah tak peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang hidupnnya.
“Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh.., Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”.
“Saya juga teh.., terima kasih untuk kenikmatan ini..”, Kataku seraya mengecup kening teh Ine dengan mesra.
“Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki.., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak bisa menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura seks yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya. Sebutir pil KB.
“Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini..”, Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya.
“Selamat tidur sayang…”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku.
Teh Ine memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menggantikan kedudukan Tati sebagai partner seks yang baik, tetapi juga memberi sentuhan-sentuhan kasih sayang keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu. Fantasi sexualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat. Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun.
Dan yang paling sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena load pekerjaan di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat. Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam. Kebiasaan ini kumulai sejak adanya teh Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu.
Sore itu sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anto. Orang tua itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin sore kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi kami. Entah ke mana PRT kami saat itu. Teh Ine mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana. Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu. Tanpa sadar batang penisku mulai membesar.
Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-lahan ke dalam mulutnya. Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar. Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis tegangku dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.
Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan. Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”. Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya.
“aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.
“Kenapa Rafi?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan sesuatu.
“E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat. Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja.
“Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini..”, Jawabku sekenanya.
“Ooo begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu meringis-meringis begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya.
Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat merebahkan kepalanya ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, teh Ine tak tampak lagi. Dengan cepat tangannya memelorotkan celanaku sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu.., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan kekokohannya. Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mengelilingi lubang penisku.., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku.., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang tak karuan, walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu.., sementara tangannya meremas-remas kedua bolaku…, aawwww nikmatnya…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori kulitku meremang dan mukaku berwarna merah. Aku sudah dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya.
Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku.., sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya. Aku kembali mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku. Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun. Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh syarafku menegang.
Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine.
“Ahh…, aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku. Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak.
“Luar biasa…”, Bisiknya, “Siap-siap nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur.
Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka. Not bad!!

Cerita Dewasa : Seks Dengan Gadis Muda

Sesampainya di rumah Nevo, kami langsung membopong Nevo keluar dari mobil. Di dalam, kami telah disambut oleh pembantu Nevo yang agak terbelalak melihat kondisi majikannya. Kami membawa Nevo ke dalam kamarnya dan merebahkannya di tempat tidur, selanjutnya secepat kilat mbok Surti mengambil alih tugas kami, membersihkan luka tusuk di perutnya, lalu mengamati luka itu lebih seksama.

Cerita Dewasa Mesum Dengan Gadis Muda Bringas“Yang ini sih ndak terlalu dalam Mas..!” sahut mbok Surti, tampaknya ia telah biasa mengurus majikannya itu, “Malahan ndak nembus sama sekali kok Mas!” lanjutnya kemudian.
Cerita Dewasa Mesum Dengan Gadis Muda Bringas | Kami membiarkan Mbok Surti mengurus luka majikannya itu, dan meninggalkan mereka berdua. Di ruang tengah yang besar itu, tampak televisi flattron 37″ dengan seperangkat audio setnya, speakernya dimana ya? Ooo..itu dia.. dua buah speaker kecil bermerk BOSE di dua sudut atas ruangan.
Ratih tampak sudah terbiasa berada di dalam rumah pribadi Nevo, yang telah meninggalkan rumahnya sejak 6 bulan terakhir.
“Dasar anak orang kaya!” pikirku.
“Nih!” seru Ratih pendek sambil menyodorkan segelas teh panas kepadaku.
“Thanks” jawabku singkat, kuhirup teh itu.
“Ya ampun! Pahit sekali!” Segera terasa bulu kudukku meremang, merindingku menjalar mulai dari leher hingga ke kaki, bahkan kulit kepalaku pun terasa merinding.
Ratih tersenyum aneh menatapku, wajahnya masih tertunduk meniup teh panasnya sendiri, sambil matanya menatap ke arahku tajam.
Cerita Dewasa Mesum Dengan Gadis Muda Bringas | Memang, kedengarannya aneh kan? Minum teh panas kok merinding? Akan saya jelaskan.
Dulu, ketika aku masih SMA aku telah tertarik dengan dunia klenik, dunia gaib, atau dunia supranatural, atau apapun lah sebutannya. Aku sempat berguru ke sana kemari, hingga akhirnya kutemukan guru yang paling cocok denganku. Ia adalah diriku sendiri.
Cerita Dewasa Mesum Dengan Gadis Muda Bringas | Dari dulu aku percaya bahwa ketika seorang manusia lahir, ia tidaklah sendiri, ia selalu ditemani oleh gurunya, yang biasanya adalah sukma atau spirit leluhurnya. Nah, kebetulan spirit di dalam tubuhku ini memiliki minuman kegemaran, yaitu teh pahit panas. Yang mana setiap kali aku minum, auranya akan selalu memasuki tubuhku untuk ikut menikmati. Weird ya? Well, masing-masing orang memiliki kepercayaannya masing-masing.
Ok.. Lanjut! Well, selanjutnya aku langsung terlelap dengan keasyikanku menikmati minuman tersebut di sofa, seakan tidak ada minuman lain yang lebih nikmat dari itu. Ratih juga duduk di sampingku sambil kedua tangannya memegang gelas tehnya, kakinya ditekuk, berusaha mengusir dinginnya AC, boots tingginya telah dilepaskannya sebelum ia meyeduh teh di pantry. Ketika aku sedang menghirup lagi minuman nikmat itu, kulirik Ratih di sisiku. Ia tengah menatapku dengan pandangan yang sangat lembut, keibuan.
“Enak tehnya Yang Mulia?” tanyanya.
Entah mengapa, aku merasakan situasi saat itu seperti pernah kualami sebelumnya, Deja Vu! Seketika itu juga kurasakan gelombang tenaga di dalam tubuhku menjalar dalam bentuk sensasi milyaran pasir yang berseliweran di tubuhku. Aku melotot kaget, dan berusaha menahan getaran-getaran aneh pada tubuhku, kuletakkan gelasku di atas meja dengan sangat hati-hati, dan kuhempaskan tubuhku kembali di sofa. Tubuhku meregang, pandanganku kabur dan beberapa saat kemudian kurasakan bagian dalam leher hingga wajahku bergetar, hingga terdengar seperti orang yang tengah mendengkur, tapi tidak terputus-putus, seperti seekor kucing yang sedang purring.
Ketika gelombang itu berangsur mereda, kudapatkan tubuhku telah berada di sebuah kamar berukuran sedang, dengan tempat tidur yang sangat empuk, dengan bed cover yang lembut, sebuah lampu meja yang tidak menyala berdiri di dekat sumber cahaya di dalam ruangan itu, sebuah lilin. Telingaku terdengar dengungan aneh, sepertisuara “Hmm..” yang panjang sekali. Tidak perlu kuperiksa lagi, aku yakin tubuhku telah dirasuki oleh sebuah kekuatan lain. Aku beranjak bangun dan duduk di atas ranjang. Di hadapanku tampak Ratih yang tengah berlutut, tanpa busana! Dan pada saat yang bersamaan aku merasa bahwa cewek ini pernah kukenal sebelumnya, bahkan sangat kukenal, tapi aku tidak tahu kapan, dimana, siapa dia sebenarnya.
Ia berlutut dengan sangat anggun, kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha mulusnya, tubuhnya sangat indah, kulitnya kuning langsat, lehernya jenjang, bahunya tidak terlalu lebar dan juga tidak terlalu sempit, payudaranya indah membulat tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, pinggangnya ramping sekali, perutnya rata, di bagian bawah pusarnya tampak bulu-bulu halus membentuk garis ke arah bawah sekitar daerah pubis yang juga tampak halus, aku belum begitu yakin karena agak terhalang oleh tangannya.
Terlihat Ratih kini tengah memperhatikan wajahku dengan sangat teliti, dan baru sadar kemudian bahwa aku pun telah telanjang. Kudapati kejantananku telah berdiri tegak. Aku terperanjat dan berusaha menutupi tubuhku dengan tanganku karena aku tidak mendapati pakaianku di sekitarku. Ratih membiarkan kekikukkanku, dan tetap menatap wajahku.
“Yeah.. I’m sure! You’re the one!” katanya belum dapat kumengerti.
“Selamat datang kembali, Yang Mulia!” lanjutnya.
Segera kukonsentrasikan pikiranku untuk mengetahui apa yang tengah terjadi, kupejamkan kedua mataku, dan mulai menerawang ke alam lain. Kutemukan diriku adalah seorang lelaki berusia sekitar 35-an, dengan pakaian tradisional Jawa, Sunda atau apa ini? Belum pernah kulihat pakaian seperti ini, ikat pinggang dari emas murni, bertelanjang dada, bagian bawah tubuhku terbalut kain dengan pola batik aneh yang belum pernah kulihat seumur hidupku (aku belajar sejarah seni dan budaya Indonesia Lama di kampusku dulu), sebilah keris yang juga aneh, tidak pipih seperti keris-keris pusaka pada umumnya, dan sebatang tongkat emas dengan bola pada ujungnya yang terbuat dari batu akik berwarna ungu kemerahan. Di kepalaku bertengger sebuah topi (mahkota) berbentuk trapesium memanjang ke atas dan terpotong memiring. Setelah mengerti kugeleng-gelengkan kepalaku dan kembali ke alam manusia.
Ketika kubuka mataku kembali, aku sadar bahwa Ratih adalah istriku di kehidupanku sebelumnya!Aku tersenyum, “Maafin aku Rat, aku ‘lupa’..”, sahutku perlahan, tidak terasa air mataku menetes hangat di pipiku, wajahku terasa panas, dan dadaku terasa sesak, kulihat Ratih pun berkaca-kaca, hidungnya memerah, dan kami menghambur saling berpelukan.
Terasa kembali terisi kekosongan yang ada selama ini. Kekosongan yang tidak pernah kusadari, rasa apa itu. Mengapa aku tidak pernah puas dengan hidupku, mengapa mudah sekali aku bosan berpacaran, mengapa gelisahku tiap malam menyulitkanku beristirahat. Rasa bahagia yang meluap-luap terasa dalam dadaku. Getar tubuh Ratih yang menahan tangisnya membuatku semakin terlelap dalam sensasi haru yang meledak-ledak.
Setelah semua mereda, kudorong tubuhnya sehingga aku dapat melihat wajahnya, tampak basah oleh air mata dan keringatnya menahan tangis tadi. Kuangkat dagunya agar ia menatapku. Ia hanya mampu memandang bibirku, wajahnya cantik sekali, rasa rindu menyeruak ke dalam dadaku, dan segera kukecup bibirnya dengan sangat cepat dan bergairah ia membalasnya, rasa rindu ini begitu menggelora, memaksaku untuk mendekapnya erat. Kami jatuh berpelukan di atas ranjang itu, sambil terus berciuman. Kulit tubuh telanjang kami saling bergesekan, menambah sensasi yang seakan baru sama sekali.
Tubuh Ratih begitu hangat bersentuhan dengan tubuhku. Kami bergulingan di atas ranjang tersebut. Kakinya yang panjang memeluk pinggangku, serta tangannya memelukku dengan kuat, seakan ingin membenamkan tubuhnya kedalam tubuhku. Aku pun membalasnya, kupegang kepalanya sambil sesekali kubelai, dan kujilati lehernya yang jenjang. Ia mendengus keras seakan belum pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya.
Aku terus menjilat turun ke bawah, dan ketika wajahku berpapasan dengan payudara indahnya, aku memandang sebentar ke arah matanya, ia hanya melirik sayu ke arahku, dadanya naik turun mengatur nafas, tiada kata-kata yang terlontar dari mulut kami. Hingga secara sangat mendadak kulumat puting kanannya dengan cepat, kuhisap sambil kumainkan lidahku pada permukaannya. Sontak tubuhnya menegang, dadanya dibusungkan seolah ingin memberikan lebih kepadaku. Jemari kiriku bermain dengan sangat lincah di atas puting kirinya, ia memeluk kepalaku, dan aku berhenti.
Kembali kutatap matanya, ia tersenyum nakal, kugeser wajahku dari payudara kanannya, perlahan sekali, kusentuhkan daguku sedikit pada permukaan kulit dadanya, kucium lembut belahan dadanya, perlahan sekali, dan wajahku berhenti pada payudara kirinya, aku masih hafal benar bahwa sensasi terbesarnya adalah pada puting kirinya. Kujulurkan lidahku menyentuh puting kirinya, perlahan sekali, bahkan seperti hampir tidak menyentuh. Tubuhnya terkejut-kejut menerima perlakuanku. Kupandang kembali matanya sambil kujilat sebentar-sebentar putingnya. Semakin lebar senyumnya. Dan semakin keras kejutan pada tubuhnya. Kukulum puting itu sebentar dan segera kulepaskan kembali sambil kuhisap cepat.
“Aah!” ia menjerit kecil.
Pinggulnya bergerak-gerak naik turun di bawah sana seakan ingin mendesakkan tubuhnya ke arah tubuhku. Aku tersenyum kecil, dan kusentuhkan batang kejantananku pada lipatan pahanya, dan kugeser perlahan sekali. Langsung kakinya memeluk pinggangku kembali dan pinggulnya bergerak-gerak mencari kejantananku untuk segera disentuhkan pada kewanitaannya. Aku menghindar, dan ketika ia sibuk mencari-cari, kembali kudaratkan mulutku pada putingnya dengan cepat, dan langsung menjilat di dalam dengan gerakan memutar dan menekan-nekan.
“Aaah! Aaah.. oow!” jeritnya sambil berusaha untuk melepaskan kulumanku.
Tampaknya ia sangat kegelian, dan ketika kulepaskan, kembali ia membusungkan dadanya memintaku untuk mengulanginya, dan memang kuulangi lagi, kembali ia berusaha melepaskan kulumanku, begitu seterusnya.
“Aaah! Nom! Gila kamu! Diapain sih? Aaah!” ia menjerit-jerit keenakan.
Aku terus melakukan kegiatanku, sambil kubelai-belai rambutnya, wajahnya berpaling ke kiri dan kanan, mencari-cari jemariku. Setelah kusodorkan jemari tangan kananku, segera ia melumatnya, dan dikulumnya dengan hisapan yang sangat kuat. Kehangatan dalam mulutnya sangat merangsangku, kulirik ke atas, kulihat ia sedang melakukan blowjob dengan jari tengahku. Tangannya sibuk mencari pantatku, dan ketika ia berhasil meraihnya, langsung ditekannya ke arah pinggulnya.
“Shh.. sebentar sayang.. bentaar..” sahutku menyabarkannya. Ia berhenti sambil berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, tidak terasa nafasku pun sudah mendengus-dengus menahan birahi.
Dengan tergesa kuselipkan tanganku di antara tubuh kami, terus ke selangkanganku, memegang kejantananku, dan mendesakkannya ke dalam kewanitaannya. Ia membantunya dengan menopangkan tangannya pada pundakku, dan mengangkat tubuhnya sedikit sehingga aku bisa melesakkan kejantananku dengan lebih mudah. Kutekan kejantananku melesak ke dalam kewanitaannya, ketika bagian kepala kejantananku mulai terjepit kuat oleh kewanitaannya, perlahan kudorong pinggulku untuk semakin mengamblaskannya. Tidak terlihat halangan di dalam sana, berarti ia telah tidak perawan lagi, dan ketika kejantananku amblas semua, ia mendesah lirih panjang dengan mulut setengah terbuka, wajahnya berpaling ke samping, dengan matanya menatap kosong ke depan.
“Bagus ya! Selama ini udah latihan rupanya!” kataku sambil tersenyum menyadari dirinya telah tidak perawan lagi.
“Abis kamunya juga sih.. nnhh.. yang kelamaan datengnya.. hh..” jawabnya dengan nada seperti orang yang sedang menahan sesuatu.
Sekali lagi kutekan kejantananku ke dalam tubuhnya, hingga kurasakan gelombang tenaga aneh yang menyebar dari antara kedua kemaluan kami ke dalam tubuhku.
“Do you feel that.. hh.. Nom? Aaahh..! Do you feel that?” sahutnya setengah berteriak.
Aku hanya menganggukkan kepala sambil memejamkan mataku, berusaha untuk tidak melewati sensasi nikmat ini.
Terasa kembali titik-titik pasir tadi di dalam tubuhku, hangat tertebar. Kudiamkan kejantananku tanpa bergerak hingga sensasi itu mereda. Ketika suasana tubuh kami agak santai, kukedutkan kejantananku di dalam kewanitaannya, seperti sedang menghentikan pipis. Ia membelalak sambil tersenyum, dan membalasnya segera. Kembali kukedutkan dua kali, dan ia membalasnya dua kali pula. Kami langsung terbahak-bahak menyadari lucunya kelakuan kami itu.
Kugelitik pinggangnya dan ia semakin tergelak dan mendekapkan wajahku ke dadanya. Setelah tenang, kutatap matanya dalam, ia membalasnya dengan senyum terindahnya, senyum lugu seorang wanita yang merasa bahagia. Kukecup dahinya, turun ke hidungnya, kami adukan hidung kami berdua, dan kudaratkan bibirku di atas bibirnya. Bibir kami tidak terbuka dan hanya saling bersentuhan, kugesekkan permukaan bibirku pada bibirnya, ia membalasnya, sementara kedutan demi kedutan semakin gencar di bawah sana.
Dan akhirnya perlahan, kutarik kejantananku keluar sedikit dengan gerakan yang sangat perlahan, responnya luar biasa! Wajahnya mendongak ke atas, mulutnya setengah terbuka, matanya setengah menutup. Ketika itu pula kukulum bibir bawahnya dengan sangat lembut, ia membalas dengan mengulum bibir atasku.
Nada suaranya bergetar menahan sensasi, “Aaahh..!”.
Kembali kudorong dengan sangat perlahan kejantananku kedalam kewanitaannya. Terasa sangat licin, lembab, halus, hangat, dan sangat lembut menggesek permukaan kulit kejantananku. Ketika kutarik kembali, terasa bibir-bibir kemaluannya agak terbetot keluar, karena ia sedang berusaha untuk mencengkeram kejantananku. Pegangan tangannya pada punggungku terasa sangat keras, telapak tangannya tidak menempel pada punggungku, melainkan punggung tangannya yang menekan keras.
Belum sempat kudorong kembali kejantananku, tiba-tiba ia menarik mundur pinggulnya, kejantananku terlepas! terasa jepitan kewanitaannya terakhir pada kepala kejantananku.
Lalu kudengar ia berteriak keras sekali, “Aaakhh.. hh!”
Sekarang aku yakin benar bahwa Ratih memang istriku. Ia tidak pernah mau merasakan orgasmenya ketika kejantananku sedang berada di dalam kewanitaannya. Ia memelukku dengan erat, kubiarkan ia menikmati platonya, lalu tangannya bergerak ke bawah, mengelus-elus pantatku. Kupegangi kepalanya, kuperhatikan wajahnya, alisnya berkerut, matanya terpejam keras dan mulutnya terbuka. She was so damn beautiful!
Ketika ia mulai tenang, ia menatapku dan mendadak dengan cepat sekali mebalikkan tubuhku sehingga ia berada di atasku, menduduki pahaku, wajahnya menengadah ke atas, memejam dan tangan kirinya memegang pangkal kemaluanku dengan telapak membuka, sementara telapak tangan kanannya diletakkan persis di atas lubang kemaluanku. Dan tiba-tiba saja, kurasakan gelombang orgasme bergolak di dalam kantung kejantananku, dan menyemburat melalui batang kemaluanku, terus menuju ke arah kepala kejantananku, lalu Ratih menekan permukaan telapaknya pada lubang kemaluanku dan Beng! Kurasakan kehampaan yang sangat nikmat, sunyi, putih. Sementara tubuhku terhajar oleh gelombang tenaga yang aneh sekali rasanya, namun aku merasa seperti pernah mengalami ini sebelumnya. Another De Javu!
Ketika aku kembali kepada kesadaranku, kulihat Ratih tengah tersenyum memandangiku, tubuhnya berbaring menyamping, kepalanya ditopangkan pada tangan kirinya, tangan kanannya pada dadaku, sementara kaki kanannya memeluk pahaku.
“Earth calling Anom, come in Anom!” sahutnya meledek,
“Lama bener perginya, kemana aja sayang?” lanjutnya.
“Uuuhh..!” aku mendesah.
Kugelengkan kepalaku sedikit, dan berkata pelan, “Lagi dong!”
“Uwheenak aja!” jawabnya riang.
Kami kembali berciuman. Kini Ratih membaringkan kepalanya pada dadaku, jemarinya memainkan puting dadaku perlahan. Kurengkuh punggungnya sehingga semakin merapatkan tubuhnya pada tubuhku, kakinya pun semakin rapat memeluk pinggul dan pahaku, terasa geli sedikit karena sentuhan rambut pubisnya pada pinggulku. Kami diam beribu bahasa, saling melamun sambil mambelai.