-

 photo suryaqq728x90_zps62axxndh.gif  photo judi13-728x90_zpsa5peghff.gif
 photo Firaun-Poker-728x90_zpsmmky9jss.gif
 photo im2bet-928x90_zpsw6rsjjqf.gif  photo klikbet_zpsf2qh2m6h.gif

Olahraga

Jumat, 17 Juni 2016

Cerita Dewasa : crot Di Memek Tante

Perkenalkan namaku Hajack biasa kalau dipanggil si Jack, aku dari keluarga yang tidak mampu aku anak petama dari 5 bersaudara, aku ikut ibu ku dia mempunyai kulit putih seperti akum dengan tinggi badanku 179 cm.
Wajahku indo gak tau kenapa aku juga bingung padahal bapakku asli jawa Indonesia dan ibu juga, sejarah ibu ternyata dia pernah menjadi TKI di USA sebagai pembantu rumah tangga, waktu itu dia memnjadi baby sister unutk majikanya, seingkat cerita ibuku hamper 2 tahun tinggal disana dimana pernah diperkosa oleh orang bule.
Karena trauma ibuku langsung pulang keindonesia dan menikah dengan ayahku itulah sejarah kenapa aku kayak orang indo/bule. Okey sorry terlalu panjang pendahuluannya, kita langsung saja ke ceritanya. Kejadian ini bermula dimana saya memiliki pacar yang sangat cemburu dan sayang sama saya, maka saya dianjurkan mengontrak rumah di rumah tantenya yang tentunya berdekatan dengan rumahnya.
Saya bekerja di salah satu perusahaan Asing yang berkecimpung di Akuntan Public yang terkenal dan ternama, maka saya mendapatkan uang yang secukupnya untuk membiayai adik saya 5 orang yang sedang kuliah di Jakarta.
Dan untung saja 3 orang masuk UI dan 2 orang masuk IPB, maka dengan mudah saya bayar uang semesterannya. Sedangkan saya sendiri hanya membutuhkan uang makan dan ongkos, dimana saya tinggal di kawasan Bogor yang terkenal dengan hujannya.
Setelah dua tahun saya mengontrak di rumah yang sampai sekarang juga masih saya tempati, terjadilah kejadian ini. Dimana waktu itu kelima adik saya pulang kampung karena liburan panjang ke Kalimantan, sedangkan saya yang kerja tidak dapat pulang kampung dengan mereka, maka tinggallah saya seorang diri di Jakarta.
Waktu itu tepat hari Sabtu, dimana Om Boyke atau suami Tante Githa ini biasanya kerja pada hari Sabtu, maklum dia adalah pegawai swasta dan sering juga ke lapangan dimana dia bekerja di perminyakan di lepas pantai. Jadi waktu itu Om Boyke ke lapangan dan tinggallah Tante Githa sendirian di rumah.
Tante Githa telah menikah, tetapi sudah lama tidak mendapatkan anak hampir sudah 8 tahun, dan hal itu menjadi pertanyaan siapa yang salah, Tante Githa apa Om Boyke. Okey waktu itu tepatnya malam Sabtu hujan di Bogor begitu derasnya yang dapat menggoda diri untuk bermalas-malas. Secara otomatis saya langsung masuk kamar tidur dan langsung tergeletak.
Tiba-tiba Tante Githa memanggil, “Jack.. Jack.. Jack.. tolong dong..!”
Saya menyahut panggilannya, “Ada apaan Tante..?”
“Ini lho.. rumah Tante bocor, tolong dong diperbaiki..!”
Lalu saya ambil inisiatif mencarikan plastik untuk dipakai sementara supaya hujannya tidak terlalu deras masuk rumah. 10 menitan saya mengerjakannya, setelah itu telah teratasi kebocoran rumah Tante Githa.Kemudian saya merapikan pakaian saya dan sambil duduk di kursi ruang makan.
Terus Tante Githa menawarkan saya minum kopi, “Nih.., biar hangat..!”
Karena saya basah kuyup semua waktu memperbaiki atap rumahnya yang bocor.
Saya jawab, “Okelah boleh juga, tapi saya ganti baju dulu ke rumah..” sambil saya melangkah ke rumah samping.
Saya mengontrak rumah petak Tante Githa persis di samping rumahnya.
Tidak berapa lama saya kembali ke rumah Tante Githa dengan mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Sejenak saya terhenyak menyaksikan pemandangan di depan mata, rupanya disaat saya pergi mandi dan ganti baju tadi, Tante Githa juga rupanya mandi dan telah ganti baju tidur yang seksi dan sangat menggiurkan.
Tapi saya berusaha membuang pikiran kotor dari otak saya. Tante Githa menawarkan saya duduk sambil melangkah ke dapur mengambilkan kopi kesenangan saya. Selang beberapa lama, Tante Githa sudah kembali dengan secngkir kopi di tangannya.
Sewaktu Tante Githa meletakkan gelas ke meja persis di depan saya, tidak sengaja terlihat belahan buah dada yang begitu sangat menggiurkan, dan dapat merangsang saya seketika. Entah setan apa yang telah hinggap pada diri saya.
Untuk menghindarkan yang tidak-tidak, maka dengan cepat saya berusaha secepat mungkin membuang jauh-jauh pikiran kotor yang sedang melanda diri saya.
Tante Githa memulai pembicaraan, “Giman Jack..? Udah hilang dinginnya, sorry ya kamu udah saya reporin beresin genteng Tante.”
“Ah.. nggak apa-apa lagi Tante, namanya juga tetangga, apalagi saya kan ngontrak di rumah Tante, dan kebetulan Om tidak ada jadi apa salahnya menolong orang yang memerlukan pertolongan kita.” kata saya mencoba memberikan penjelasan.
“Omong-omong Jack, adik-adik kamu pada kemana semua..? Biasanya kan udah pada pulag kuliah jam segini,”
“Rupanya Tante Githa tidak tau ya, kan tadi siang khan udah pada berangkat ke Kalimantan berlibur 2 bulan di sana.”
“Oh.. jadi kamu sendiri dong di rumah..?”
“Iya Tante..” jawab saya dengan santai.
Terus saya tanya, “Tante juga sendiri ya..? Biasanya ada si Mbok.., dimana Tante?”
“Itu dia Jack, dia tadi sore minta pulang ke Bandung lihat cucunya baru lahir, jadi dia minta ijin 1 minggu. Kebetulan Om kamu tidak di rumah, jadi tidak terlalu repot. Saya kasih aja dia pulang ke rumah anaknya di Bandung.” jelasnya.
Saya lihat jam dinding menunjukkan sudah jam 23.00 wib malam, tapi rasa ngantuk belum juga ada. Saya lihat Tante Githa sudah mulai menguap, tapi saya tidak hiraukan karena kebetulan Film di televisi pada saat itu lagi seru, dan tumben-tumbennya malam Sabtu enak siarannya, biasanya juga tidak.
Tante Githa tidak kedengaran lagi suaranya, dan rupanya dia sudah ketiduran di sofa dengan kondisi pada saat itu dia tepat satu sofa dengan saya persis di samping saya.
Sudah setengah jam lebih kurang Tante Githa ketiduran, waktu itu sudah menunjukkan pukul 23.35.
“Aduh gimana ini, saya mau pulang tapi Tante Githa sedang ketiduran, mau pamitan gimana ya..?” kata saya dalam hati.
Tiba-tiba saya melihat pemandangan yang tidak pernah saya lihat. Dimana Tante Githa dengan posisi mengangkat kaki ke sofa sebelah dan agak selonjoran sedang ketiduran, dengan otomatis dasternya tersikap dan terlihat warna celananya yang krem dengan godaan yang ada di depan mata. Hal ini membuat iman saya sedikit goyang, tapi biar begitu saya tetap berusaha menenangkan pikiran saya.
Akhirnya, dari pada saya semakin lama disini semaking tidak terkendali, lebih baik saya bangunkan Tante Githa biar saya permisi pulang. Akhirnya saya beranikan diri untuk membangunkan Tante Githa untuk pulang. Dengan sedikit grogi saya pegang pundaknya.
“Tan.. Tan..”
Dengan bermalas-malas Tante Githa mulai terbangun. Karena saya dengan posisi duduk persis di sampingnya, otomatis Tante Githa menyandar ke bahu saya. Dengan perasaan yang sangat kikuk, tidak ada lagi yang dapat saya lakukan. Dengan usaha sekali lagi saya bangunkan Tante Githa.
“Tan.. Tan..”
Walaupun sudah dengan mengelus tangannya, Tante Githa bukannya bangun, bahkan sekarang tangannya tepat di atas paha saya.
“Aduh gimana ini..?” gumam saya dalam hati, “Gimana nantinya ini..?”
Entah setan apa yang telah hinggap, akhirnya tanpa disadari saya sudah berani membelai rambutnya dan mengelus bahunya. Belum puas dengan bahunya, dengan sedikit hati-hati saya elus badannya dari belakang dengan sedikit menyenggol buah dadanya.
Aduh.., adik saya langsung lancang depan. Dengan tegangan tinggi, nafsu sudah kepalang naik, dan dengan sedikit keberanian yang tinggi, saya dekatkan bibir saya ke bibirnya. Tercium sejenak bau harum mulutnya.
Pelan-pelan saya tempelkan dengan gemetaran bibir saya, tapi anehnya Tante Githa tidak bereaksi apa-apa, entah menolak atau menerima. Dengan sedikit keberanian lagi, saya julurkan lidah ke dalam mulutnya. Dengan sedikit mendesah, Tante Githa mengagetkan saya. Dia terbangun, tapi entah kenapa bukannya saya ketakutan malah keluar pujian.
“Tante Githa cantik udah ngantuk ya..? Mmuahh..!” saya kecup bibirnya dengan lembut.
Tanpa saya sadari, saya sudah memegang buah dadanya pada ciuman ketiga.
Tante Githa membalas ciuman saya dengan lembut. Dia sudah pakar soal bagaimana cara ciuman yang nikmat, yaitu dengan merangkul leher saya dia menciumi langit-langit mulut saya. 10 menit kami saling berciuman, dan sekarang saya sudah mengelus-elus buah dadanya yang sekal.
“Ahk.. ahk..!” dengan sedikit tergesa-gesa Tante Githa sudah menarik celana saya yang tanpa celana dalam, dan dengan cepat dia menciumi kepala penis saya.
“Ahkk.. ah..!” nikmatnya tidak tergambarkan, “Ahkk..!”
Saya pun tidak mau kalah, saya singkapkan dasternya yang tipis ke atas. Alangkah terkejutnya saya, rupanya Tante Githa sudah tidak mengenakan apa-apa lagi di balik dasternya. Dengan agak agresif saya ciumi gunung vaginanya, terus mencari klistorisnya.
“Akh.. akh.. hus..!” desahnya.
Tante Githa sudah terangsang, terlihat dari vaginanya yang membasah. Saya harus membangkitkan nafsu saya lebih tinggi lagi.
30 menit sudah kami pemanasan, dan sekarang kami sudah berbugil ria tanpa sehelai benang pun yang lengket di badan kami.
Tanpa saya perintah, Tante Githa merenggangkan pahanya lebar-lebar, dan langsung saya ambil posisi berjongkok tepat dekat kemaluannya. Dengan sedikit gemetaran, saya arahkan batang kemaluan saya dengan mengelus-elus di bibir vaginanya.
“Akh.. huss.. ahk..!” sedikit demi sedikit sudah masuk kepala penis saya.
“Akh.. akh..!” dengan sedikit dorongan, “Bless.. ss..!” masuk semuanya batang kejantanan saya.
Setelah saya diamkan semenit, secara langsung Tante Githa menggoyang-goyang pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Tanpa diperintah lagi, saya maju-mundurkan batang kemaluan saya.
“Akh.. uh.. terus Sayang.., kenapa tidak dari dulu kamu puasin Tante..? Akh.. blesset.. plup.. kcok.. ckock.. plup.. blesset.. akh.. aduh Tante mau keluar nih..!”
“Tunggu Tante, saya juga udah mau datang..!”
Dengan sedikit hentakan, saya maju-mundurkan kembali batang kemaluan saya.
Sudah 15 menit kami saling berlomba ke bukit kenikmatan, kepala penis saya sudah mulai terasa gatal, dan Tante Githa teriak, “Akh..!”
Bersamaan kami meledak, “Crot.. crot.. crot..!” begitu banyak mani saya muncrat di dalam kandungannya.
Badan saya langsung lemas, kami terkulai di karpet ruang tamu.
Tante Githa kemudian mengajak saya ke kamar tamu. Sesampainya disana Tante Githa langsung mengemut batang kemaluan saya, entah kenapa penis saya belum mati dari tegangnya sehabis mencapai klimaks tadi. Langsung Tante Githa mengakanginya, mengarahkan kepala penis saya ke bibir vaginanya.
“Akh.. huss..!” seperti kepedasan Tante Githa dengan liarnya menggoyang-goyangkan pinggulnya.
“Blesset.. crup.. crup.. clup.. clopp..!” suara kemaluannya ketika dimasuki berulang-ulang dengan penis saya.
30 menit kami saling mengadu, entah sudah berapa kali Tante Githa orgasme. Tiba saatnya lahar panas mau keluar.
“Crot.., crot..!” meskipun sudah memuncratkan lahar panas, tidak lepas-lepasnya Tante Githa masih menggoyang pantatnya dengan teriakan kencang, “Akh..!”
Kemudian Tante tertidur di dada saya, kami menikmati sisa-sisa kenikmatan dengan batang kejantanan saya masih berada di dalam vaginanya dengan posisi miring karena pegal. Dengan posisi dia di atas, seakan-akan Tante Githa tidak mau melepaskan penis saya dari dalam vaginanya. Begitulah malam itu kami habiskan sampai 3 kali bersetubuh.
Jam 5 pagi saya ngumpat-umpat masuk ke rumah saya di sebelah, dan tertidur akibat keGithahan satu malam kerja berat. Begitulah kami melakukan hampir setiap malam sampai Om itu pulang dari kerjanya.
Dan sepulangnya adik saya dari Kalimantan, kami tidak dapat lagi dengan leluasa bercinta. Begitulah kami hanya melakukan satu kali. Dalam dua hari itu pun kami lakukan dengan menyelinap ke dapurnya. Kebetulan dapurnya yang ada jendela itu berketepatan dengan kamar mandi kami di rumah sebelahnya.
3 bulan kemudian Tante Githa hamil dan sangat senang. Semua keluarganya memestakan anak yang mereka tunggu-tunggu 8 1/2 tahun. Tapi entah kenapa, Tante Githa tidak pernah mengatakan apa-apa mengenai kadungannya, dan kami masih melakukan kebutuhan kami. END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar