Entah sudah berapa lama ia keringat dingin di tempat duduknya, rasanya ia ingin cepat-cepat ke luar dari tempat pengasingan ini. Bahkan tidak ada yang menatapnya tajam, bukan… tapi, memang tidak ada yang memperdulikannya sedikitpun, hanya satu yang gadis kecil itu rasakan, TAKUT!!!. “oke, kelas kita selesai sampai disini. Jangan lupa PR nya dikerjakan, kamis depan dikumpul ya..”. Ucap Bang Aldi tersenyum menutup kelasnya. “Oke, Bang”. Seru anak-anak yang lain. ‘Alhamdulillah’. Seru Alila dalam hati sambil bernafas lega. Cowok berkacamata itu melirik Alila sebentar, kemudian berlalu pergi. Hari ini adalah hari pertamanya mengikuti Les dari luar sekolah, tidak ada yang dikenalnya sedikitpun, itu sebabnya yang membuat Alila takut, apalagi tempat yang tidak pernah didatanginya. Semua terasa asing di matanya, ingin rasanya ia menangis dan berteriak, tapi ia masih mempunyai akal sehat yang tidak akan pernah mungkin ia lakukan.
Alila Suherman, ia tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang lainnya, tidak ada yang aneh. Bahkan, ia bisa dibilang gadis kecil yang imut nan cantik jelita. Tapi, tidak seperti apa yang orang lain lihat. Alila bahkan jauh dan lebih sangat jauh berbeda dengan yang lainnya. Ia sangat takut jika berada di tempat yang asing dan tidak mengenal orang-orang di sekitarnya. Phobia? bahkan untuk anak yang masih berumur 12 tahun tidak mengerti apa itu Phobia. Ia hanya berfikir bahwa semua orang yang tidak dikenalnya itu menakutkan.
“Alila, PR nya udah dikerjain belum, nanti sore kan les lagi”. Tanya Mas Bayu. “Mas, Alila berhenti les aja ya…”. ucap Alila. “Lho, kenapa, Alila. Kamu kan belum genap sebulan lesnya. Udah bayar mahal lho, lagian tempat lesnya itu kualitasnya bagus dibandingin dengan les di sekolah”. Tanya Mas Bayu. “Nggak papa, Mas. Alila nggak betah aja. Alila lebih senang disini, sama teman-teman yang lain”. Jawabnya. “apa ada yang jahatin kamu di tempat les? anaknya nakal-nakal, ya?”. Tanya Mas Bayu. Alila langsung cepat-cepat menggeleng, ia tidak ingin mengingat kejadian di tempat les seminggu yang lalu, memikirkannya saja membuat sendi-sendi ototnya pegal dan dadanya terasa sesak. Bahkan, ia selalu deg-degan setiap kali bertemu dengan hari kamis. Mas Bayu yang melihat sikap Alila jadi ikut cemas. “Ya udah, kalau memang nggak mau les disana lagi, nggak papa. Kamu tenang aja, nanti biar Mas Bayu yang bilangin Mama”. Ucap Mas Bayu tersenyum sambil mengelus rambut Alila. “Makasih ya, Mas”. Alila langsung memeluk senang kakaknya, Mas Bayu.
Hidup Alila seakan-akan harus benar-benar tergantung kepada teman-teman yang hanya dikenalnya saja, ia tidak ingin lepas dengan teman-temannya. Sempat ia frustasi saat teman-teman sekolahnya meninggalkannya sendirian, tidak ada yang mau berteman dengannya. Entah karena sebab apa, ‘mungkin mereka membenci Alila, karena Alila anak yang aneh juga bodoh dan menyebalkan’. Itu yang di pikirkan Alila. Teman-temannya hanya melihatnya tajam penuh kebencian, kemudian meninggalkannya sendirian. Ia menjadi korban Bullying untuk pertama kalinya di Sekolah Dasar. Ia sampai harus dirawat di rumah sakit karena kejang-kejang akibat kejadian itu.
Social anxiety disorder atau phobia sosial adalah penyakit yang diderita Alila. Takut kepada orang asing, tempat baru, bahkan yang lebih parah, takut ditinggalkan sendiri. Kaki dan tangan, bahkan suaranya sering kali gemetar menghampiri diri Alila, keringat dingin, sakit kepala, bahkan sesak nafas itu membuat Alila benar-benar menderita dan merasa terkucilkan.
“Mama sama Mas Bayu jangan tinggalin Alila ya…”. ucap Alila sambil mengenggam erat tangan kedua orang yang ia sayangi itu. “Iya, sayang”. Ucap Mama sambil menangis.
6 tahun kemudian…
“Alila, mas pengen kamu sembuh”. Ucap Mas Bayu yang tengah mengoleskan selai roti untuk Alila di meja makan. Wajah Alila yang tadinya cerah kini berubah menjadi cemas. Setelah lulus SD, Alila dihomescooling kan oleh Mama. “Mas,… Alila takut…”. kini, nada suara Alila mulai berubah cemas. “Alila, ini sudah 6 tahun dek kamu kayak gini, Mas Bayu nggak pengen kamu menutup diri. Kata dokter, phobia kamu bisa disembuhkan. Cuma, waktu itu mama nggak berani, karena kamu masih terlalu dini. Waktu itu mas sama mama nggak mau kejadian kayak waktu itu terulang lagi”. Ucap Mas Bayu. “Mas, Alila nggak mau.. sudah cukup hanya kejadian diwaktu yang lalu. Alila nggak butuh siapa-siapa lagi, cukup Cuma Mama sama Mas Bayu aja…”. “enggak Alila, kamu sudah besar. Kamu harus tahu dek, kalau misalnya Allah manggil Mas Bayu sama Mama duluan. Kamu gimana dek?”. potong mas Bayu. Tangan Alila mulai gemetar mendengar ucapan Mas Bayu. Mas Bayu langsung menggenggam tangan Alila. “Alila… harus sembuh. Mas Bayu sayang Alila”. Ucap Mas bayu kemudian memeluk adiknya.
“Alila, mas pengen kamu sembuh”. Ucap Mas Bayu yang tengah mengoleskan selai roti untuk Alila di meja makan. Wajah Alila yang tadinya cerah kini berubah menjadi cemas. Setelah lulus SD, Alila dihomescooling kan oleh Mama. “Mas,… Alila takut…”. kini, nada suara Alila mulai berubah cemas. “Alila, ini sudah 6 tahun dek kamu kayak gini, Mas Bayu nggak pengen kamu menutup diri. Kata dokter, phobia kamu bisa disembuhkan. Cuma, waktu itu mama nggak berani, karena kamu masih terlalu dini. Waktu itu mas sama mama nggak mau kejadian kayak waktu itu terulang lagi”. Ucap Mas Bayu. “Mas, Alila nggak mau.. sudah cukup hanya kejadian diwaktu yang lalu. Alila nggak butuh siapa-siapa lagi, cukup Cuma Mama sama Mas Bayu aja…”. “enggak Alila, kamu sudah besar. Kamu harus tahu dek, kalau misalnya Allah manggil Mas Bayu sama Mama duluan. Kamu gimana dek?”. potong mas Bayu. Tangan Alila mulai gemetar mendengar ucapan Mas Bayu. Mas Bayu langsung menggenggam tangan Alila. “Alila… harus sembuh. Mas Bayu sayang Alila”. Ucap Mas bayu kemudian memeluk adiknya.
“Mas, Alila takut. Kit… kita pulang aja ya, mas”. Ajak Alila begitu sampai di sebuah bukit yang hijau dengan pemandangan yang masih asri. “Alila, Alila dengar. Ada Mas Bayu disini. Alila kalau takut, pegang tangannya Mas Bayu”. Ucap Mas Bayu penuh sabar. Alila langsung memegang erat-erat lengan Mas Bayu. “dek, kalau kayak gini, berat tangan mas sebelah”. Ucap Mas Bayu. Alila hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan tetap memegang erat lengan kakaknya. “Oh iya, tadi mas beli bunga. Ini buat kamu”. Ucap Mas Bayu memberikan bunga mawar kuning itu kepada Alila. “Nggak mau bunga!! Alila Cuma mau sama Mas Bayu”. Ucap Alila menggeleng. “Alila…”. ucap Mas Bayu. Alila langsung mengambil bunga itu “Cantik”. Ucap Alila tersenyum.
“Lihat deh, Alila, pemandangannya indah, masih hijau-hijau semua, udaranya juga ah sejuk… ciptaan Allah memang tiada terkira”. Ucap Mas Bayu. “Kamu harus menghirup nafas dalam-dalam untuk bisa menikmati udaranya”. Ucap Mas Bayu menatap Alila. Alila mulai melepaskan lengan Mas Bayu, menutup matanya pelan-pelan, dan menarik nafasnya perlahan kemudian melepaskannya kembali. Ia tersenyum kemudian menatap ke arah Mas Bayu yang berdiri di sampingnya. Mas Bayu balik tersenyum menatap sang adik. “Masih takut?”. tanya Mas Bayu berbisik. “Sudah agak berkurang, mas”. Ucapnya menunduk, menatap sendal swalow yang dipakai Mas Bayu. Rasanya mungkin ia tadi buru-buru, hingga salah mengambil sendal.
“Kamu mau es krim, kakak beliin dulu ya…”. ujar Mas Bayu hendak beranjak pergi. “Mas, Alila ikut…”. Ucap Alila sambil mengerutkan dahinya dan langsung refleks menggenggam tangan Mas Bayu. Mas Bayu hanya tersenyum, “Nggak usah Alila, Cuma deket sini kok, di seberang jalan”. Ucap Mas Bayu mulai melepaskan tangan Alila pelan-pelan. “Mas, Alila takut. Banyak orang disini…”. Alila melepaskan nafasnya dengan pendek, wajahnya penuh kekhawatiran. “Alila, kamu nggak usah takut. Orang-orang disini juga Cuma mau jalan-jalan aja. Soalnya tempatnya bagus sih”. Ucap Mas Bagus tersenyum, hingga menampakkan gigi gingsulnya itu. “Cuma deket kok, kamu berhitung aja sampai 20. Mas pasti langsung ada disini, oke?”. ucap Mas Bayu meyakinkan. Alila mengangguk pelan, “jangan lama-lama ya, mas”. Ucap Alila. “iya”. Mas Bayu langsung berlalu pergi.
“18… 19… 20..”. hitung Alila menunggu Mas Bayu kembali. Sudah dihitungan ke 20, tapi Mas Bayu belum datang juga. “ADA KECELAKAAN…”. teriak seseorang disekitar bukit. Orang-orang yang berada di situ pun langsung berlari. Tangan Alila mulai gemetar lagi, ‘kenapa Mas Bayu belum datang’. Batin Alila, matanya mulai berkaca-kaca ketakutan. “Mas Bayu…”. Panggil Alila dengan suara tersendal-sendal. “Mas Bayu dimana?”. Ucapnya lagi. Sudah tidak ada orang lagi di sekitar bukit, semuanya sudah berlarian keluar. Alila semakin ketakutan, dan akhirnya berjalan pergi mengikuti orang-orang itu dan hendak mencari Mas Bayu.
Orang itu, dan jaket itu… Alila mengenalnya dengan sangat baik. Seseorang yang tergeletak dengan cairan darah yang mengotori jalan. Es Krim coklat yang masih digenggamnya membuat Alila bertambah kaget, kaki tangannya gemetar hebat tidak dapat dihentikan. ‘kalau misalnya Allah manggil Mas Bayu sama Mama duluan. Kamu gimana dek?’. ucapan itu tiba-tiba terngiang jelas di telinga Alila. ‘Ya Allah… ini nggak mungkin…’. Batin Alila sambil berjalan mendekati sosok lelaki berjaket merah itu, keringat dingin dan air matanya seolah ingin bertarung. “Mas BAYU…”. Alila langsung memeluk lelaki itu erat-erat. Tangisnya semakin keras dan tidak dapat dihentikan lagi. Ia seolah tidak percaya, orang yang baru dilihatnya, menemaninya, tersenyum kepadanya beberapa detik yang lalu kini telah tiada, senyuman terakhir Mas Bayu untuk Alila.
Ialah Mas Bayu, Permata bagi Alila. Yang selalu menyanyangi dan mencintai Alila. Kini tiada lagi, senyum tawanya, pelukan hangatnya. Allah yang memutuskan untuk mengambil hamba-hambanya kapan saja, ialah kematian yang tiada ditahu oleh manusia, juga Mas Bayu, permata Alila yang kini tak nampak, tapi akan selalu ada di hati Alila. Alila hanya bisa terus berusaha untuk tetap melawan penyakitnya, seperti pesan Mas Bayu. Dan masih ada satu permata lagi yang harus dijaga Alila, ialah Mama. Sebelum hari itu datang lagi
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar