-

 photo suryaqq728x90_zps62axxndh.gif  photo judi13-728x90_zpsa5peghff.gif
 photo Firaun-Poker-728x90_zpsmmky9jss.gif
 photo im2bet-928x90_zpsw6rsjjqf.gif  photo klikbet_zpsf2qh2m6h.gif

Olahraga

Selasa, 02 Agustus 2016

Cerpen : Seseorang Yang Berarti

Namaku Elysia, aku seorang penderita positif HIV. Setelah kuketahui penyakit ini, aku merasa hidupku tiada arti lagi. Aku merasa dunia tak adil bagiku. Mengapa harus aku? apa dosaku? aku tak mengerti, hingga sering kali aku merasa ingin bunuh diri. Akan tetapi, seorang pemuda menahanku dan mengajarkanku apa arti hidup yang sebenarnya.
Ia bernama Rael Bisma Nurkhalif, pemuda yang menahanku untuk bunuh diri. Ia pemuda yang dingin, angkuh tapi ia baik hati. Dia sangat sempurna menurutku, aku menyukainya sejak pertama kali kami bertemu. Tapi, aku tak berani mengungkapkan perasaanku padanya, aku hanyalah beban untuknya. Aku tak bisa apa-apa, hidupku juga tak lama. Hanya satu permintaanku saat ini, aku ingin dia bahagia.
“Rael, kamu kenapa lagi sih? ditembak cewek lagi ya?” Aku bertanya padanya, kulihat ia mendengus dan membuang muka. Aku terkikik pelan, sudah hal wajar saat aku melihatnya dalam keadaan Mood buruk. Kalau bukan diganggu cewek-cewek yang menurutnya merepotkan itu, apa lagi?
“Kamu sudah tau kan? mengapa harus bertanya lagi?” Ia menjawabku dengan nada ketus.
Aku hanya tersenyum, “Wajar sih, kamu kan populer hehe.” Cengirku.
“Hm? terserah apa katamu.” Sahutnya.
“Malam minggu nanti ke pasar malam yuk!” Ajakku dengan semangat.
Ia melirikku bosan, “Hm.” Dehemnya membuatku mencubitnya gemas.
“Aduh, jangan cubit-cubit!” Marahnya. Lagi-lagi aku menjulurkan lidahku mengejeknya.
“Kembali saja ya ke kelas, aku risih di tatap mereka seperti itu.” Ujarnya sembari bangkit dari duduknya.
Kami pun kembali ke kelas, kadang aku meliriknya sekilas. Huh, ia memang tampan, tapi kenapa jutek sekali dengan para gadis yang menunggunya untuk dijadikan pacar? Bahkan ia hanya mau dekat denganku saja. Aku tak mengerti, tapi… ya sudahlah.
Seperti janji kami, tepat malam minggu kami berjalan bersama menuju pasar malam. Kulihat pasar malam itu sangat ramai, benar-benar menyenangkan.
“Rael, naik komedi putar yuk.” Rengekku padanya.
“Ayo.” Sahutnya singkat sambil menarik tanganku menuju loket. Setelah membeli tiket, kami menaiki komedi putar tersebut. Aku menikmati momen-momenku bersamanya sebelum waktuku habis.
“Elysia.” Panggilnya.
Aku menoleh dan menghernitkan dahi saat kulihat ia nampak serius, “Ada apa?” Tanyaku.
“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Ujarnya gugup.
“Kau ingin mengatakan apa, Rael?” Tanyaku sambil tersenyum.
Kulihat ia menghela nafas pelan, lalu menggenggam tanganku membuatku tersentak kaget. “Aku mau jujur kalau sebenarnya aku menyukaimu, itu sebabnya aku tak pernah menerima gadis-gadis yang menembakku.”Ucapnya.
Aku ternganga, tak menyangka atas penyataan itu. Rasanya aku ingin mengatakan ‘Aku juga menyukaimu’ tapi tak bisa. Aku tak pantas untuknya.
“Maaf Rael, aku tak bisa menerimamu.” Ujarku lirih.
Kulihat ia terdiam, pandangannya sendu. Matanya menyiratkan kekecawaan padaku.
“Maafkan aku, Rael.” Lirihku sambil melepas genggamannya.
“kenapa? beri aku alasan yang jelas.” Tukasnya.
Aku menunduk, tak sanggup menjawab ucapannya. Badanku gemetar, aku tak ingin dia tau penyakitku, aku masih ingin bersamanya, tapi… aku tak ingin egois.
“APA KAMU SUKA SAMA COWOK LAIN? JAWAB AKU ELYSIA.” Bentaknya.
Aku terisak, menahan sesak di dada. “Bukan begitu… Aku, aku tak pantas untukmu, Rael.” Ucapku.
“Lalu apa Ely, apa yang membuatmu menolakku?” Sahutnya.
Aku mengepalkan tanganku, “Aku punya penyakit, Rael.” Ujarku menatapnya sendu.
“Alasan macam apa itu? kita bisa tetap bersama, dan mengobati penyakitmu itu.” Sahutnya dengan nyalang.
PLAK.
Aku menamparnya keras hingga wajahnya tertoleh ke samping, air mata tak sanggup ku tahan lagi. Aku menangis sejadi-jadinya.
“AKU SAKIT RAEL, SAKIT YANG NGGAK ADA OBATNYA. HIV RAEL, HIV. KAMU JIJIK KAN SAMA AKU SETELAH TAHU INI. IYA KAN?!” Aku menangis sambil menggoncang-goncang tubuhnya.
Ia terdiam bagai patung, shock atas pernyataanku. Aku tahu, setelah ini pasti ia akan segera meninggalkan aku.
Komedi putar telah berhenti, aku turun dan segera berlari jauh meninggalkannya. Hujan turun dengan deras dan tiba-tiba. Aku tetap menerjang hujan, kudengar samar-samar suara Rael.
“ELYSIA!!!”
Aku berlari, pandanganku mulai kabur tertutup hujan deras. Aku tak ingin bertemu lagi dengannya, tak ingin. “Selamat tinggal Rael…”
BRUAAAAKKK…DUMMM
“ELYSIAAAAAAAAA!!”
Rael, menatap gundukan tanah yang masih baru itu dengan hati sedih. Tak menyangka orang yang dicintainya pergi secepat itu.
“Kenapa? kenapa harus meninggalkanku seperti ini, Elysia. Kita bisa mengulang dan melupakan hal semalam. Kumohon, kembalilah…” Air mata Rael menetes deras dari pelupuk matanya. Di tangannya, ia menggenggam buku biru bertuliskan ‘Diary Elysia’ .
“Kenapa kau tak memberi tahuku bahwa selama ini kau sakit, seburuk apapun, aku tetap mencintaimu, Elysia. Maafkan aku, aku tak berguna.” Isaknya.
Dibukanya diary milik Elysia, ia menatap tulisan rapi itu dengan sendu.
Diary Elysia.
Senin, 23 Mei 2016.
Aku merasa umurku tidak lama lagi, aku masih ingin bersama Rael, Tuhan. Aku tak ingin berpisah darinya, Seseorang yang berarti untukku. Seseorang yang mengajarkanku apa itu arti hidup. Orang yang membuatku tetap semangat menjalani hidupku. Aku mencintainya, aku ingin bahagia walau itu tanpaku.
Rael, I love you now, tomorrow and forever.
Elysia.
Rael memeluk diary biru itu dengan erat, di tatapnya langit biru tanpa awan yang sangat indah itu.
“Kau memang seseorang yang sangat berarti untukku Elysia Farradian. I love you too now, tomorrow and forever.”
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar