Farrel Akmal Hakim namanya. Dia satu angkatan dan satu kelas. Awalnya kami tidak dekat. Sifat yang bertolak belakang menjadi alasannya. Aku yang masih harus beradaptasi dengan lingkungan baruku (aku adalah anak pindahan) , joker face ku, selera humorku yang garing, dan rasa minderku karena aku merasa tidak seperti yang lain. Berbeda dengan Farrel yang popular, cakep pula (sedangkan aku nggak cantik kalau kau tahu).
Namun entah kenapa, aku dan Farrel masuk ke dalam sekbid yang sama dalam kepungurusan OSIS. Semenjak itu kami sering kerja bareng dalam membuat program. Dan entah kenapa kami menjadi sering meributkan hal-hal yang nggak penting, lebih parahnya lagi sampai terbawa-bawa ke kelas. Namun entah kenapa aku merasa senang berdebat dengan dia walaupun dia anak popular. Bahkan hal yang paling nggak penting dan garing sekalipun.
Aku sering bermain dengan empat orang temanku dengan beraneka ragam sifat. Rani, si dewasa yang terperangkap dalam tubuh yang kecil, Syifa, si anak teather (katanya sih anak teater itu orang gila yang waras), Hana, si anak fotografi yang sering menjadi fasilitator anak kelas kalau narsisnya sedang kumat, dan Farah, anak KIR yang kalem namun kreativ dan cerdas. Dan kata mereka aku calon penulis yang cuek, pendiam, alim, dan kata mereka aku rada alergi dengan cowok (aku kan empat tahun bersekolah di sekolah yang cewek-cowok dipisah). Namun bagi mereka aku juga menghanyutkan
Balik lagi ke topic semula. Kadang-kadang Farrel mampir ke meja buat di ajarin matematika. Sampai-sampai Rani sering berkata, “Kamu ngasih makan apa sampai dia sering kesini?” padahal sih gara-gara anak kelasku tahu kepintaran ku (he…he… kidding).
Dan kalau aku sedang mendem di Perpustakaan bersama Farah. Dia pasti ikutan, dan ujung-ujungnya kami berebut komik silat yang berada disitu hingga harus ditegur penjaga. Dan ujung-ujungnya kami pun duduk berhadap-hadapan membaca (dan Farah geleng-geleng kepala melihat tingkah kami). Dan aku sering berbagi cerita dengan Farrel kalau suasana kelas sedang ramai (kalau sepi nggak beranilah)
***
Seperti biasa aku menemani Farah yang sedang asik membaca di perpustakaan. Bisa dibilang kami senasib karena sama-sama mantan anak pesantren (walaupun aku lebih rela dibilang anak boarding school) namun bedanya aku setelah menamatkan di boarding school aku melanjutkan SMA setahun di SMA Islam di Bekasi sebelum pindah kesini. Jadi bisa dibilang aku lebih alim dari dia (he..he.. bercanda nggak kok). Setiap Senin dan Kamis kami pasti mendem di perpustakaan karena kami nggak ke kantin alias shaum.
“May!” aku menoleh, ternyata Farrel. Tumben dia nggak baca komik silat kesukaannya.
“Kenapa?" tanyaku. “Tampang lo kusut banget”
“Bete gue” Farrel duduk, mengambil buku yang ku baca, dan membukanya secara acak.
“Gue kira lo sama genk lo jadi lo nggak kesini” kataku lagi.
“Tauk gelap" wajah Farrel merengut.
“Ya Allah lo kenapa sih?” Tanya ku bingung, “Lo di PHP in sama cewek?”
Mungkin Farrel adalah cowok popular yang paling aneh. Pertama, walaupun cakep tapi dia jomblo. Yang kedua, dia ninggalin anak genknya dan duduk di depan orang yang berbeda dengan dunianya dengan pose seperti cewek yang habis di PHP-in sama cowok.
“Laporan sekbid kita bulan ini harus di ulang” jawab Farrel.
“Hah, serius lo??” aku pun kaget. “Demi apa?”
“Demi Allah lah!” seru Farrel. “Ngapain gue bohong? Kertasnya hilang sama Muse” Muse adalah sekertaris OSIS yang mengkordinir 4 sekbid termasuk sekbid ku dengan Farrel.
“Eh, ntar dulu” aku tampak berpikir. “Bukannya kita punya coret-coretannya? Kayaknya ada di tas gue deh”
“Ya udah lo bawa gih ke Angga anak kelas sebelah” kata Farrel. Angga adalah si ketua sekbid tempat aku dan Farrel bernaung.
“Temenin lah” pintaku. “Gue kan nggak berani”
“Iya-iya” Farrel bangkit. “Cepetan, gue orang sibuk nih”
“Iya deh yang sibuk” ledek Farah yang dari tadi diam akhirnya angkat bicara.
“Gue ke kelas dulu ya Far” pamitku. “Nganterin bocah satu ini”
“Sip” Farah kembali ke bacaannya. Aku dan Farrel pun keluar perpustakaan.
“Lo anak popular teraneh yang pernah gue temuin rel” komenku saat berjalan menuju kelas.
“Daripada Rio-mu itu?” balas Farrel. “Yang suka tapi nggak berani ngedeketin padahal dia jahil sama anak-anak cewek di sekolahmu dulu”
“Yah, mungkin karena tampang gue joker face kali. Jadi dia takut buat ngedekatin. Lagian lo kan tahu gue suka sama siapa” jawabku sekenannya. Duh, gara-gara dia jadi flashback kan?
***
“Far, dia nge sms kamu lagi?” tanyaku pada Farah yang sedang menatap HP Androidnya dengan wajah berbunga. Farah meangguk. Kami sedang berada di gedung Gramedia, sedangkan sisanya sedang di toko accesoris di lantai yang sama.
“Ciye..” kataku. “Dia kok pulang? Lagi sakit?” Farah meangguk
Orang yang kami maksud adalah Fahmi, pacar Farah dari SMP. Dulu mereka satu pesantren saat SMP. Fahmi ini termasuk cakep, dan kata Syifa dari tampangnya termasuk pecicilan bertolak belakang dengan Farah yang kalem. Dan tebakan Syifa diamini Farah. So, tebakan Syifa benar dong. Oh iya yang jomblo cuma aku dan Syifa. Dan cuma aku doang yang belum pernah pacaran karena Syifa pernah pacaran pas kelas sepuluh namun putus sepuluh bulan kemudian.
“May” aku yang memandangi buku menoleh. “Kamu udah move on belum sama masalah kamu yang disana?”
“Mungkin sudah” aku meangguk. “Memang kenapa?”
“Kalau seandainya Farrel nembak kamu, terima nggak?” Tanya Farah. Aku terdiam.
“Kamu masih inget dia ya?” Tanya Farah.
“Setiap ngeliat Farrel aku inget dia” kataku pelan. “Sama-sama cakep, popular, satu sekbid”
“Eh ntar dulu” Farah berlagak berpikir. “Orang yang kamu sukai atau yang menyukaimu?”
“Dih apaan sih kau!” aku menyikut sikunya. “Hmm yang kayaknya suka sama aku. Sifatnya rada-rada mirip. Orang popular yang aneh”
“Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?” Tanya Farah. “Kalau dia aneh?”
“Karena dia menyukai cewek yang aneh dan bodoh, nggak cantik pula”
“Kamu nggak bodoh Maya” kata Farah. “Kamu tuh unik, cantik, pinter. Kalau nggak ngapain Farrel nanya ke kamu soal matematika”
“Ya walaupun ujung-ujungnya ke kamu juga ya” kataku. Farah pun hanya nyengir.
“Udah yuk, samperin mereka aku lapar nih” kata Farah. Aku meangguk, kami bangkit dan berjalan membayar belanjaan.
***
“Woi” aku yang sedang membeli koin menoleh, ternyata Farrel. Sial, dia keren banget dengan celana jins dengan jaket Liverpoolnya.
“Heh, ngapain lo?” aku bertanya.
“Jalan-jalan lah” jawab Farrel. “Lo jalan-jalan juga? Bareng mereka?” Tanya Farrel menunjuk Syifa,dkk. Aku meangguk.
“Gue duluan ya” pamitku saat menerima koin dari mbak-mbak penjaga koin.
“Woi tunggu dulu!” cegah Farrel. “Lo bilang lo suka main arena basket, ada tuh permainannya jadi kita bisa tanding ya?”
“Hmm” aku sempat mikir karena kemampuanku kalah jauh dibanding dia yang memang anak basket. “Ya udah deh siapa takut?” akhirnya aku dan Farrel berjalan menuju arena permainan.
***
“Ciye yang habis ngerasa dunia milik berdua” ledek mereka selepas dari mal.
“Orang dia yang nantangin aku buat main juga”gerutuku.
“Tapi ingat kita-kita juga dong” kata Syifa. “Kita kan panic ngira kamu di culik. Mana kamu baru pertama kali ke sini”
Tadi karena keasikan main, Farrel jadi lupa kalau dia sedang ditunggu teman-temannya di ruang karaoke saat dia keluar untuk membeli minum. Dan yah begitulah, teman-temannya pada panic. Teman-temanku juga pada panic. Dan mereka menemukan kami asik main sambil kadang ledek-ledekan. Kami yang tersadar terpaksa harus berpisah.
***
Aku membolak-balikkan HP ku, aku sedang menunggu jawaban dari Farrel yang untuk pertama kalinya mengajakku sms-an setelah empat bulan tak ku berikan nomor telepon ku walau dia memohon-mohon. Namun sepertinya dia mendapatkan nomor ku dari teman-teman. Akhirnya beginilah nasibku hari ini.
Padahal aku tidak ingin memberikan nope bukan karena aku sombong atau apa. Tapi aku termasuk orang yang garing, karena itulah aku jarang sms-an selain hal-hal yang penting seperti tugas. Atau nggak ajakan jalan-jalan atau ngumpul kemana kalau lagi libur.
Sepuluh menit berlalu dan nggak ada jawaban dari dia. Ah sudahlah batinku mungkin aku memang nggak seru. Dia memang lagi curhat tentang segala sesuatunya, dari ekskul basketnya hingga adiknya yang berisiknya nggak ketulungan. Tanpa terasa mataku memberat, lalu teridur.
***
Dua bulan kemudian….
Hari ini adalah hari pertama masuk setelah liburan semester pertama. Aku ingat classmeeting kemarin adalah tepat setahun saat kejadian itu mencapai puncaknya. Dimana dia menyadari ada seseorang yang mengirimkan perasaan padaku, namun tak dia tanggap. Karena ada dua alasan pertama karena dia nggak yakin sinyal itu untukknya, dan yang kedua alasan klasik: aku sedang menyukai orang lain.
Dan mungkin peristiwa itulah yang mendalangi sebuah gossip yang beredar di Sekolah yang membuatnya tertegun setengah mati sekaligus bertanya-tanya. Siapa yang tahu cerita ini.
“May, kata Angel kamu sebenarnya kamu punya pacar tapi selingkuh sama Farrel. Benar nggak?” Tanya Dira.
Angel adalah anak popular di Sekolah. Dia itu mantannya Farrel dan katanya sih dia ngejar-ngejar Farrel karena masih sayang Farrel namun selalu ditanggapi dingin oleh Farrel. Padahal Angel jauh lebih cantik dan kaya dibanding ku yang berangkat harus naik sepeda (walaupun ada motor di rumah) dan nggak punya BB atau Android apalagi IPOD/IPHONE
“Maksud nya?” tanyaku. “Dia bilang dimana?”
“Di twitter” jawab Dira. “Katanya nama cowoknya Rio”
“Dia tahu darimana?” tanyaku. Dira hanya meangkat bahu tanda tak tahu.
“Lah, aku aja belum pernah punya pacar” kataku. “Kenapa dia bisa bilang kayak gitu?”
***
Bruk! Aku terjatuh begitu seseorang mensliding kakiku. Aku hanya jongkok dan mengusap dengkul yang tertutupi rok panjang sambil meringis. Saat aku mendongak ke atas, Angel. Cs menatapku dengan pandangan sinis semua.
“Enak?” tanyanya dengan nada sinis. Aku hanya diam dan bangkit beranjak pergi. Tiba-tiba mereka berteriak membuat aku menjadi pusat perhatian.
“Woi p**** murahan! Nggak usah lo deketin Farrel lagi. Nggak level aja, sana pergi aja ke ujung laut!”
Aku pun terus berjalan dan tanpa terasa air mata keluar di pelupuk mataku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar